BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan teori
1. Pengertian sedekah bumi
Istilah sedekah bumi sudah lama dikenal bangsa kita jauh sebelum kita mencapai kemerdekaan dengan mendirikan negara republik indonesia. Kedua istilah itu merupakan perpaduan, sintesis, atau sinkretisme antara kepercayaan lama dengan kepercayaan baru. Sebelum agama islam masuk ke tanah air -waktu itu belum muncul nama indonesia- sebagian penduduk berpegang pada kepercayaan lama, yang dalam istilah ilmu agama (science of religion ) disebut animisme, dinamisme, fetisisme, dan politeisme. Sebagian yang lain memeluk agama hindu dan buddha. Mereka mempercayai adanya kekuatan supernatural yang mengusai alam semesta, berupa dewa-dewa.upacara-upacara yang dimaksudkan untuk memuja dewa laut dan dewa bumi dibiarkannya tetap berjalan, meski sebagian penduduk itu sudah memeluk agama islam. Hanya saja, mantra-mantranya diganti dengan doa-doa secara islam, dan nama upacara disesuaikan dengana ajaran islam, yaitu dengan istilah sedekah laut dan sedekah bumi. Perubahan yang menyangkut aspek teologis dilakukan secara bertahap, sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial. Ini merupakan salah satu metode dakwah mubalig pada masa awal kedatangan islam di tanah air kita. Kedatangan agama islam ke nusantara dibawa oleh para mubalig yang dalam menyiarkan agamanya menggunakan metode persuasif. Mereka tidak secara drastis mengadakan perubahan terhadap kepercayaan dan adat istiadat lama, melainkan sampai batas-batas tertentu, memberikan toleransi, membiarkannya tetap berlangsung dengan mengadakan modifikasi-modifikasi seperlunya.di antaranya ada dewa yang mengusai lautan (varuna), dan menguasai bumi (pertiwi ). Sebagai ungkapan rasa syukur dan pemujaan kepada dewa-dewa tersebut, mereka mengadakan upacara-upacara (ritual ), dengan membaca mantra-mantra dan mempersembahkan sesaji. Tujuannya agar para dewa memelihara keselamatan penduduk, menjauhkan mereka dari mala-petaka, dan melimpahkan kesejahteraan, berupa meningkatnya jumlah ikan di laut dan hasil pertanian. Masyarakat jawa memang terkenal dengan beragam jenis tradisi budaya yang di ada di dalamnya. Baik tradisi cultural yang bersifat harian, bulanan hingga yang bersifat tahunan, semuanya ada dalam tradisi budaya jawa tanpa terkecuali. Dari beragam macamnya tradisi yang ada di masyarakat jawa, hingga sangat sulit untuk mendeteksi serta menjelaskan secara rinci terkait dengan jumlah tradisi kebudayaan yang ada dalam masyarakat jawa tersebut. Salah satu tradisi masyarakat jawa yang hingga sampai sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan sudah mendarah daging serta menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa pada setiap tahunnya adalah sedekah bumi. Tradisi sedekah bumi ini, merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Ritual sedekah bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang berprofesi sebagai petani, nelayan yang menggantunggkan hidup keluarga dan sanak famil mereka dari mengais rizqi dari memanfaatkan kekayaan alam yang ada di bumi. Bagi masyarakat jawa khususnya para kaum petani dan para nelayan, tradisi ritual tahunan semacam sedekah bumi bukan hanya merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka. Akan tetapi tradisi sedakah bumi mempunyai makna yang lebih dari itu, upacara tradisional sedekah bumi itu sudah menjadi salah satu bagian yang sudan menyatu dengan masyarakat yang tidak akan mampu untuk dipisahkan dari kultur (budaya) jawa yang menyiratkan simbol penjagaan terhadap kelestarian serta kearifan lokal (Local Wisdem) khas bagi masyarakat agraris maupun masyarakat nelayan khususnya yang ada di pulau jawa. Pada acara upacara tradisi sedekah bumi tersebut umumnya, tidak banyak peristiwa dan kegiatan yang dilakukan di dalamnya.
2. Tata cara sedekah bumi
Biasanya seluruh masyarakat sekitar yang merayakannya tradisi sedekah bumi membuat tumpeng dan berkumpul menjadi satu di tempat sesepuh kampung, di bakai desa atau tempat-tempat yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat setempat untuk menggelar acara ritual sedekah bumi tersebut. Setelah itu, kemudian masyarakat membawa tumpeng tersebut ke balai desa atau tempat setempat untuk di do’akan oleh tetua adat. usai di do’akan oleh sesepuh atau tetua adat, kemudian kembali diserahkan kepada masyarakat setempat yang membuatnya sendiri. Nasi tumpeng yang sudah di do’akan oleh sesepuh kampung atau tetua adat setempat kemudian di makan secara ramai-ramai oleh masyarakat yang merayakan acara sedekah bumi itu. Namun, ada juga sebagian masyarakat yang membawa nasi tumpeng tersebut yang membawanya pulang untuk dimakan beserta sanak keluarganya di rumah masing-masing. Pembuatan nasi tumpeng ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan pada saat upacara tradisi tradisional itu. Menurut adat istiadat dalam tradisi budaya ini, di antara makanan yang menjadi makanan pokok yang harus ada dalam tradisi ritual sedekah bumi adalah nasi tumpeng dan ayam panggang. Sedangkan yang lainnya seperti minuman, buah-buahan dan lauk-pauk hanya bersifat tambahan saja, tidak menjadi perioritas yang utama. Dan pada acara akhir, nantinya para petani biasanya menyisakan nasi, kepala dan ceker ayam, ketiganya dibungkus dan diletakkan di sudut-sudut petak sawahnya masing-masing. Dalam puncaknya acara ritual sedekah bumi di akhiri dengan melantunkan do’a bersama-sama oleh masyarakat setempat dengan dipimpin oleh tetua adat. Do’a dalam sedekah bumi tersebut umumnya dipimpin oleh tetua adat atau sesepuh kampung yang sudah sering dan terbiasa mamimpin jalannya ritual tersebut. Ada yang sangat menarik dalam lantunan do’a yang ada dilanjutkan dalam ritual tersebut. Yang menarik dalam lantunan doa tersebut adalah kolaborasi antara lantunan kalimat-kalimat Jawa (Jawa Dermayu) dan yang dipadukan dengan khazanah-khazanah doa yang bernuansa Islami.
3. Jenis-jenis sedekah bumi.
~Manganan kuburan : Upacara memperingati kematian atau sekarang lebih dikenal dengan nama khaul.
~Nyadran : upacara di sumur-sumur keramat, sumur-sumur tua ini banyak terdapat di daerah pedalaman.
~ Upacara petik laut atau babakan : Upacara untuk menandai datangnya masa panen bagi para nelayan, biasanya dengan melarung sesaji ke laut.
4. Daerah-daerah yang sering mengadakan sedekah bumi
~Jawa, terutama daerah pesisir utara dan daerah pegunungan.
~Sebagian besar Pulau Bali, karena rakyat Bali mayoritas beragama Hindu yang sangat kental dengan budaya sedekah bumi.
~Daerah nusa tenggara.
~Dan beberapa daerah lainnya yang dulunya pernah mendapat pengaruh Hindu-Budha.
Kesimpulan: Jadi Pulau Jawa adalah daerah mayoritas di Indonesia yang sering mengadakan sedekah bumi.
5. Pendapat para ahli.
Oleh: Miftahul A’la (Pemerhati Kebudayaan Dari Yogyakarta)
Masyarakat jawa memang terkenal dengan beragam jenis tradisi budaya yang di ada di dalamnya. Baik tradisi cultural yang bersifat harian, bulanan hingga yang bersifat tahunan, semuanya ada dalam tradisi budaya jawa tanpa terkecuali. Dari beragam macamnya tradisi yang ada di masyarakat jawa, hingga sangat sulit untuk mendeteksi serta menjelaskan secara rinci terkait dengan jumlah tradisi kebudayaan yang ada dalam masyarakat jawa tersebut. Salah satu tradisi masyarakat jawa yang hingga sampai sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan sudah mendarah daging serta menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa pada setiap tahunnya adalah sedekah bumi. Tradisi sedekah bumi ini, merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Ritual sedekah bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang berprofesi sebagai petani, nelayan yang menggantunggkan hidup keluarga dan sanak famil mereka dari mengais rejeki dari memanfaatkan kekayaan alam yang ada di bumi. Bagi masyarakat jawa khususnya para kaum petani dan para nelayan, tradisi ritual tahunan semacam sedekah bumi bukan hanya merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka. Akan tetapi tradisi sedakah bumi mempunyai makna yang lebih dari itu, upacara tradisional sedekah bumi itu sudah menjadi salah satu bagian yang sudan menyatu dengan masyarakat yang tidak akan mampu untuk dipisahkan dari kultur (budaya) jawa yang menyiratkan simbol penjagaan terhadap kelestarian serta kearifan lokal (Local Wisdem) khas bagi masyarakat agraris maupun masyarakat nelayan.
Pada acara upacara tradisi sedekah bumi tersebut umumnya, tidak banyak peristiwa dan kegiatan yang dilakukan di dalamnya. Hanya saja, pada waktu acara tersebut biasanya seluruh masyarakat sekitar yang merayakannya tradisi sedekah bumi membuat tumpeng dan berkumpul menjadi satu di tempat sesepuh kampung, di bakai desa atau tempat-tempat yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat setempat untuk menggelar acara ritual sedekah bumi tersebut. Setelah itu, kemudian masyarakat membawa tumpeng tersebut ke balai desa atau tempat setempat untuk di do’akan oleh tetua adat. usai di do’akan oleh sesepuh atau tetua adat, kemudian kembali diserahkan kepada masyarakat setempat yang membuatnya sendiri. Nasi tumpeng yang sudah di do’akan oleh sesepuh kampung atau tetua adat setempat kemudian di makan secara ramai-ramai oleh masyarakat yang merayakan acara sedekah bumi itu. Namun, ada juga sebagian masyarakat yang membawa nasi tumpeng tersebut yang membawanya pulang untuk dimakan beserta sanak keluarganya di rumah masing-masing. Pembuatan nasi tumpeng ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan pada saat upacara tersebut. Menurut adat istiadat dalam tradisi budaya ini, di antara makanan yang menjadi makanan pokok yang harus ada dalam tradisi ritual sedekah bumi adalah nasi tumpeng dan ayam panggang. Sedangkan yang lainnya seperti minuman, buah-buahan dan lauk-pauk hanya bersifat tambahan saja, tidak menjadi perioritas yang utama. Dan pada acara akhir, nantinya para petani biasanya menyisakan nasi, kepala dan ceker ayam, ketiganya dibungkus dan diletakkan di sudut-sudut petak sawahnya masing-masing.
Dalam puncaknya acara ritual sedekah bumi di akhiri dengan melantunkan do’a bersama-sama oleh masyarakat setempat dengan dipimpin oleh tetua adat. Do’a dalam sedekah bumi tersebut umumnya dipimpin oleh tetua adat atau sesepuh kampung yang sudah sering dan terbiasa mamimpin jalannya ritual tersebut. Ada yang sangat menarik dalam lantunan do’a yang ada dilanjutkan dalam ritual tersebut. Yang menarik dalam lantunan doa tersebut adalah kolaborasi antara lantunan kalimat-kalimat Jawa (Jawa Dermayu) dan yang dipadukan dengan khazanah-khazanah do’a bernuansa islami. Ritual sedekah bumi yang sudah menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa ini merupakan salah satu jalan dan sebagai simbol penghormatan manusia terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan. Manurut cerita dari para nenek moyang orang jawa terdahulu, "Tanah itu merupakan pahlawan yang sangat besar bagi kehidupan manusia di muka bumi. Maka dari itu tanah harus diberi penghargaan yang layak dan besar. Dan ritual sedekah bumi inilah yang menurut mereka sebagai salah satu simbol yang paling dominan bagi masyarakat jawa khususnya para petani dan para nelayan untuk menunjukan rasa cinta kasih sayang dan sebagai penghargaan manusia atas bumi yang telah memberi kehidupan bagi manusia. Sehingga dengan begitu maka tanah yang dipijak tidak akan pernah marah seperti tanah longsor dan banjir dan bisa bersahabat bersandingan dengan masyarakat.
Selain itu, Sedekah bumi dalam tradisi masyarakat jawa juga merupakan salah satu bentuk untuk menuangkan serta mencurahkan rasa syukur kepada Tuhan YME atas nimat dan berkah yang telah diberikan-Nya. Sehingga seluruh masyarakat jawa bisa menikmatinya. Sedekah bumi pada umumnya dilakukan sesaat setelah masyarakat yang mayoritas masyarakat agraris habis menuai panen raya. Sebab tradisi sedekah bumi hanya berlaku bagi mereka yang kebanyakan masyarakat agraris dan dalam memenuhi kebutuhannya dengan bercocok tanam. Meskipun tidak menuntut kemungkinan banyak juga dari masyarakat nelayan yang juga merayakannya sebagai bentuk rasa syukurnya kepada tuhan, yang menurut para nelayan disebut dengan sedekah laut. Itu sebagai bentuk rasa syukur masyarakat nelayan kepada tuhan Yang Maha Esa sebab mereka bisa melaut dan mengais rejeki yang melimpah dari laut tersebut. Namun sayangnya melihat realitas beberapa tahun terakhir ini, ritual sedekah bumi yang merupakan salah satu bentuk tradisi jawa yang sifatnya turun temurun, sedikit demi sedikit tanpa disadari sudah mulai memudar pamornya dan ditinggalkan oleh masyarakat jawa sendiri. Tradisi yang merupakan salah satu bentuk rasa penghargaan dan kasih sayang kepada tanah sudah tidak terlihat lagi. Dan makna sakral sebagai bentuk rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang terdapat dalam ritual dalam sedekah bumi juga mulai terkikis oleh perkembangan zaman. Sehingga tidaklah mengherankan jika di muka bumi banyak terjadi bencana alam. Sebab manusia sudah mulai melupakan dan menghargai jerih payah dan pengorbanan besar tanah bagi kehidupan manusia. Dan yang lebih parah lagi manusia sudah tidak mau lagi memanjatkan piji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan kenikmatan dan kesejahteraan bagi manusia di alam semesta. Tanpa mengurangi makna esensial yang terkandung dalam ritual sedekah bumi tersebut, sebagai manusia yang telah ditugasi dan dipercayai oleh Tuhan di muka bumi sebagai kholifatul Fir Ardi sudah sepatutnya kita renungkan kembali akan segala sikap yang telah diperbuat pada eksistensi bumi. Sebagai Kholifah yang bertanggung jawab penuh di bumi maka kita harus kembali memperdulikan serta melestarikan keadaan yang ada di dalamnya. Jangan sampai kita hanya melakukan berbagai kerusakan dan kebobrokan tanpa memperdulikan akibat pada akhirnya. Dengan kita memperhatikan dan memperdulikan bumi tanpa merusaknya sedikit pun, niscaya alam juga akan kembali bersahabat dengan manusia.
Oleh: Ibnu Djarir
ISTILAH sedekah bumi dan sedekah laut sudah Iama dikenal bangsa kita jauh sebelum kita mencapai kemerdekaan dengan mendirikan Negara Republik Indonesia. Kedua istilah itu merupakan perpaduan, sintesis, atau sinkretisme antara kepercayaan lama dengan kepercayaan baru.
Sebelum agama Islam masuk ke Tanah Air -waktu itu belum muncul nama Indonesia- sebagian penduduk berpegang pada kepercayaan lama, yang dalam istilah Ilmu Agama (Science of Religion ) disebut animisme, dinamisme, fetisisme, dan politeisme. Sebagian yang lain memeluk agama Hindu dan Buddha. Mereka mempercayai adanya kekuatan supernatural yang mengusai alam semesta, berupa dewa-dewa.
Di antaranya ada dewa yang mengusai lautan (Varuna), dan menguasai bumi (Pertiwi ). Sebagai ungkapan rasa syukur dan pemujaan kepada dewa-dewa tersebut, mereka mengadakan upacara-upacara (ritual ), dengan membaca mantra-mantra dan mempersembahkan sesaji. Tujuannya agar para dewa memelihara keselamatan penduduk, menjauhkan mereka dari mala-petaka, dan melimpahkan kesejahteraan, berupa meningkatnya jumlah ikan di laut dan hasil pertanian.
Kedatangan agama Islam ke Nusantara dibawa oleh para mubalig yang dalam menyiarkan agamanya menggunakan metode persuasif. Mereka tidak secara drastis mengadakan perubahan terhadap kepercayaan dan adat istiadat lama, melainkan sampai batas-batas tertentu, memberikan toleransi, membiarkannya tetap berlangsung dengan mengadakan modifikasi-modifikasi seperlunya.
Upacara-upacara yang dimaksudkan untuk memuja dewa laut dan dewa bumi dibiarkannya tetap berjalan, meski sebagian penduduk itu sudah memeluk agama Islam. Hanya saja, mantra-mantranya diganti dengan doa-doa secara Islam, dan nama upacara disesuaikan dengana ajaran Islam, yaitu dengan istilah sedekah laut dan sedekah bumi. Perubahan yang menyangkut aspek teologis dilakukan secara bertahap, sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial. Ini merupakan salah satu metode dakwah mubalig pada masa awal kedatangan Islam di Tanah Air kita.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian : Di desa Gedongombo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban
Waktu penelitian : 1 November 2009 – 19 November 2009
B. Populasi dan sample
Populsi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga.Atau dengan kata lain populasi itu merupakan unsur atau elemen yang menjadi obyek penelitian. Sampel adalah bagian dari sebuah populasi.
Populasi : Remaja di Kecamatan Semanding yang terdiri dari 20 desa.
Sampel : Remaja di Desa Gedongombo, yaitu salah satu desa di Kecamatan Semanding.
C. Metode Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data Penulis menggunakan 1 metode, yaitu:
1. Metode Kuisioner
Metode Kuisioner yaitu suatu metode yang dilakukan dengan cara menyebarkan angket pertanyaan ke tempat penelitian.
Lembar Kuisioner
1. Apakah menurut anda tradisi sedekah bumi merupakan tradisi penting dalam tatanan masyarakat?
a.ya
b.tidak
c.kadang-kadang
2. Apakah anda selalu ikut serta dalam tradisi sedekah bumi?
a.ya
b.tidak
c.kadang-kadang
3. Seberapa seringkah tradisi sedekah bumi diadakan di daerah anda?
a.sering
b.jarang
c.tidak pernah
4. Apakah sebagian besar pemuda di desa anda sering mengikuti tradisi sedekah bumi?
a.sering
b.jarang
c.tidak ada
5. Perlukah pengenalan tradisi sedekah bumi kepada para pemuda?
a.perlu
b.sangat perlu
c.tidak perlu
6. Sudah tinggikah kesadaran para pemuda di desa anda tentang kelestarian tradisi sedekah bumi?
a.sudah
b.sedang
c.kurang
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.Hasil
Dalam penelitian, kami menggunakan metode Kuisioner, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan cara menyebarkan angket pertanyaan ke tempat penelitian. Kami menyebarkan angket tersebut kepada 50 pemuda-pemudi di Desa Gedongombo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban.
1.1. Hasil penelitian dengan menyebarkan lembar Kuisioner
1.2. Hasil penelitian dengan menyebarkan lembar Kuisioner dalam persentase
2. Pembahasan
Dari hasil percobaan yang Kami lakukan, diperoleh pembahasan sebagai berikut:
2.1. Pentingnya sedekah bumi
Dari data hasil metode kuisioner diatas dapat diketahui bahwa menurut pemuda-pemudi pada jaman sekarang ini, tradisi sedekah bumi merupakan suatu tradisi yang tidak penting. Kami dapat menyimpulkan begitu, karena dari 50 responden, yang menganggap tradisi sedekah bumi penting hanya16 responden, yang menganggap tidak penting ada 27 responden, dan sisanya menjawab kadang-kadang.
2.2. Keikutsertaan kalangan muda-mudi dalam tradisi sedekah bumi
Dari data hasil metode kuisioner diatas dapat diketahui bahwa menurut pemuda-pemudi pada jaman sekarang ini, hanya sedikit yang ikut serta dalam tradisi sedekah bumi. Kami dapat menyimpulkan begitu, karena dari 50 responden, yang mengikuti tradisi sedekah bumi hanya 7 responden, yang kadang-kadang ikut ada 12 responden, dan sisanya mengaku tidak pernah mengikuti tradisi sedekah bumi.
2.3. Sering atau tidaknya sedekah bumi diadakan
Dari data hasil metode kuisioner diatas dapat diketahui bahwa menurut pemuda-pemudi pada jaman sekarang ini tradisi sedekah bumi sering diadakan di daerah mereka. Kami dapat menyimpulkan begitu, karena dari 50 responden, yang mengaku daerahnya sering mengadakan tradisi sedekah bumi ada 36 responden,yang mengaku tidak pernah ada 3 responden, dan yang lainnya mengaku di daerahnya jarang diadakan tradisi sedekah bumi.
2.4. Sering tidaknya tradisi sedekah bumi diikuti kalangan muda-mudi
Dari data hasil metode kuisioner diatas dapat diketahui bahwa menurut pemuda-pemudi pada jaman sekarang ini, kalangan muda-mudi tidak pernah mengikuti tradisi sedekah bumi. Kami dapat menyimpulkan begitu, karena dari 50 responden, yang menganggap muda-mudi di daerahnya sering mengikuti tradisi sedekah bumi ada 7 responden, yang menganggap jarang ada12 responden, dan sisanya menganggap muda-mudi di daerahnya tidak pernah mengikuti tradisi sedekah bumi.
2.5. Perlu tidaknya pengenalan tradisi sedekah bumi kepada kalangan muda-mudi
Dari data hasil metode kuisioner diatas dapat diketahui bahwa menurut pemuda-pemudi pada jaman sekarang ini, kalangan muda-mudi menganggap tradisi sedekah bumi tidak perlu dikenalkan kepada mereka. Kami dapat menyimpulkan begitu, karena dari 50 responden, yang menganggap pengenalan tradisi sedekah bumi kepada mereka perlu hanya 12 responden, yang menganggap sangat perlu ada 9 responden, dan sisanya menganggap pengenalan sedekah bumi kepada mereka tidak perlu.
2.6. Tinggi rendahnya kesadaran muda-mudi tentang kelestarian tradisi sedekah bumi
Dari data hasil metode kuisioner diatas dapat diketahui bahwa menurut pemuda-pemudi pada jaman sekarang ini, kesadaran kalangan muda-mudi tentang kelestarian tradisi sedekah bumi kurang. Kami dapat menyimpulkan begitu, karena dari 50 responden, yang menganggap kesadaran muda-mudi tentang kelestarian tradisi sedekah bumi sudah tinggi hanya 7 responden, yang menganggap sudah sedang ada 8 responden, dan sisanya menganggap kesadaran muda-mudi tentang kelestarian tradisi sedekah bumi kurang.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa kalangan muda-mudi sekarang ini menganggap tradisi sedekah bumi merupakan tradisi yang tidak penting. Mereka tidak pernah mengikuti tradisi sedekah bumi, padahal mereka mengaku di daerahnya sering diadakan tradisi sedekah bumi. Mereka juga menganggap pengenalan tradisi sedekah bumi tidak perlu dilakukan. Padahal tradisi sedekah bumi adalah warisan leluhur kita yang patut kita banggakan.
B. Saran
Berdasarkan hasil karya ilmiah ini, maka Kami menyarankan:
1.Pemerintah mensosialisasikan tentang pentingnya tradisi sedekah bumi kepada masyarakat, khususnya kalangan muda-mudi.
2.Pemerintah mengagendakan sedekah bumi sebagai agenda tahunan kota Tuban.
3.Pemerintah dan masyarakat bekerja sama untuk menjaga kebudayaan kita agar tidak diambil oleh Negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
Nursyam. 2005. Islam Pesisir. Surabaya: Pt. LKiS Pelangi Aksara.
________,2009. Sedekah Bumi. Http: // www.miftah.blogspot.com./info.php?kk=
sedekah Bumi.
________, Tradisi Sedekah Bumi. Http: //www.ayobangkitindonesiaku.wordpress
.com./index?qid=30008540730053MRX.
Jawa Pos.2009. Tuban Sedekah Bumi. Http: //www.jawapos.com . /news.php.