Pages

Sabtu, 21 Juli 2012

Penelitian IBD (Ilamu Budaya Dasar


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia memiliki kekayaan tradisi yang senantiasa dipelihara dan dikembangkan sejak nenek moyang hingga sekarang. Tradisi sengaja diciptakan dan dipelihara terus dalam rangka memelihara keselarasan, ketentraman dan mempertahankan hidup. Tradisi merupakan bagian dari kebudayaan yang diciptakan manusia dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan identitas atau jati diri suatu kelompok masyarakat. Tradisi selalu dipertahankan agar tercipta harmoni atau keselarasan dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
Masyarakat pra-sejarah atau dikenal juga dengan masyarakat belum mengenal tulisan, dalam mewariskan nilai kepada generasi penerusnya melalui lisan. Tradisi masyarakat yang disampaikan kepada generasi penerusnya melalui lisan dan tanpa dibukukan disebut foklore. Ada tiga jenis foklore yakni foklore lisan, setengah lisan dan non-lisan. Mitos, legenda,  dongeng, fabel, upacara tradisi; upacara sedekah laut, upacara sedekah gunung, upacara sedekah bumi termasuk jenis foklore setengah lisan. Foklore setengah lisan termasuk kategore cerita rakyat. Cerita rakyat ini disampaikan terus secara turun temurun kepada generasi penerusnya. Tujuan pewarisan tradisi lisan ini adalah agar generasi penerusnya mimiliki sikap menghargai dan menghormati nenek moyang dengan meneruskan dan mengembangkan tradisi ini sesuai dengan konteks zamannya.
Di wilayah Kabupaten Bojonegoro sampai saat ini terdapat beberapa foklore yang masih dipelihara dan dipertahankan oleh rakyat. Dan yang paling umum dibahas adalah budaya manganan atau sedekah bumi.
Sedekah Bumi bagi masyarakat Bojonegoro, adalah suatu tradisi tahunan yang selalu diselenggarakan, khususnya bagi warga Dusun Kedungrejo Desa Ngumpakdalem Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro. Upacara sedekah bumi bagi warga Dukuh Kedungrejo disebut juga dengan upacara Manganan. Kedua istilah ini tidak memiliki subtansi perbedaan, yang ada adalah hanya istilah penyebutan. Tradisi upacara sedekah bumi atau Manganan. memiliki subtansi yang sama yaitu suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan memberi sedekah makanan atau hasil pertanian, memanjatkan doa kepada Tuhan atas keberkahan yang telah dilimpahkan kepada seluruh penduduk desa. 
Ada kepercayaan bahwa apabila upacara Manganan. tidak dilaksanakan maka akan datang bencana bagi rakyat. Dari tahun ke tahun upacara Manganan senantiasa dipegang kelestariannya. Dan tidak berubah penyajiannya.
Upacara sedekah bumi merupakan salah satu bentuk foklore lisan yang sekarang masih tetap dipertahankan oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Penyelenggaraan upacara sedekah bumi mendapat apresiasi dari warga masyarakat, sehingga masyarakat akan antusias dan aktif terlibat dalam kegiatan ini.

  1. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut
1.       Bagaimanakah prosesi upacara manganan yang diselenggarakan oleh  masyarakat Dusun Kedung Rejo Desa Ngumpakdalem Kabupaten  Bojonegoro?.
2.       Apa saja nilai-nilai dalam upacara manganan di Dusun Kedung Rejo Desa Ngumpakdalem yang dapat diwariskan kepada generasi penerus ?

  1. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan memahami pelaksanaan upacara tradisi sedekah bumi dan adakah nilai-nilai yang dapat diwariskan kepada generasi penerus.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendalam :
1.      Prosesi upacara manganan di Dusun Kedungrejo Desa Ngumpakdalem Kabupaten  Bojonegoro.
3.       Nilai-nilai dalam upacara manganan di Dusun Kedungrejo Desa Ngumpakdalem Kabupaten  Bojonegoro yang dapat diwariskan kepada generasi penerus.






  1. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini akan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi  masyarakat luas pada umumnya, khususnya para peneleti yang mendalami berbagai tradisi yang berkembang dalam masyarakat.
Di samping itu setelah mengetahui pelaksanan unpacara sedekah bumi dan tradisi yang ada dalam masyarakat tersebut diharapkan generasi penerus dapat menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam upacara sedekah bumi.

























BAB II
PEMBAHASAN

  1. Latar Belakang Sejarah Sedekah Bumi
Masyarakat jawa memang terkenal dengan beragam jenis tradisi budaya yang di ada di dalamnya. Baik tradisi kultural yang bersifat harian, bulanan hingga yang bersifat tahunan, semuanya ada dalam tradisi budaya jawa tanpa terkecuali. Dari beragam macamnya tradisi yang ada di masyarakat jawa, hingga sangat sulit untuk mendeteksi serta menjelaskan secara rinci terkait dengan jumlah tradisi kebudayaan yang ada dalam masyarakat jawa tersebut. Salah satu tradisi masyarakat jawa yang hingga sampai sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan sudah mendarah daging serta menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa pada setiap tahunnya adalah sedekah bumi.
Tradisi sedekah bumi ini, merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Ritual sedekah bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang berprofesi sebagai petani, nelayan yang menggantunggkan hidup keluarga dan sanak famili mereka dari mengais rejeki dari memanfaatkan kekayaan alam yang ada di bumi.
Di Bojonegoro hampir semua desa memiliki tradisi sedekah bumi tapi di setiap desa memiliki keunikan tersendiri.

  1. Prosesi Sedekah Bumi di Dukuh Kedungrejo
Dusun Kedungrejo Desa Ngumpakdalem merupakan daerah pedesaan yang berada di kawasan selatan kota Bojonegoro. Pedukuhan yang dikelilingi sawah yang luas ini selalu rutin menggelar sedekah bumi atau manganan di setiap tahunnya.  
Awal mula diadakannya sedekah bumi setiap tahun ini, tidak ada yang tahu pasti kapan budaya syukuran atau bersih desa ini dimulai.yang pasti jika masyarakat ditanya mengenai sejarahnya mereka kan menjawab sejak zaman nenek moyang sebelum Islam masuk di Indonesia. Pada massa itu mayoritas mereka masih beragama Hindu atau Budha itulah yang menyebabkan adanya kesamaan budaya manganan dengan ajaran agama Hindu dan Budha.
Sejak zaman nenek moyangnya warga masyarakat Dusun  Kedungrejo selalu menggelar sedekah bumi di dua tempat yang dikeramatkan. Pertama adalah bekas sumur tua yang sekarang sudah tidak terlihat lagi karena kabarnya sumur tersebut runtuh dan terkubur dengan sendirinya. Kedua adalah di persawahan pinggir desa tepatnya dibawah pohon Beringin yang sangat bersar dan rindang.
Urutan kegiatan sedekah bumi di Dusun Kedungrejo meliputi sebagai berikut:
  1. Kepala Desa melakukan rapat dengan masyarakat membahas agenda pembentukan panitia Manganan.
  2. Seminggu sebelum acara inti panitia sudah memulai untuk penggalangan dana, namun sekarang ini tidak semua warga bersedia membayar iuran. Maka dari pemerintah desa memberikan solusi memotong jumlah pembagian beras bulog bersubsidi dari pemerintah.
  3. Pada hari pelaksanaan, tepatnya Hari Jum’at Legi. Pagi-pagi di setiap rumah mengadakan tumpengan mengundang semua tetangga secara bergantian.
  4. Setelah Solat Jum’at acara selanjutnya adalah tumpengan di lapangan yang dulunya adalah sumur tua namun kini sumur itu sudah tidak terlihat lagi. Tumpeng ini nasi, lauk-pauk, buah-buahan, dan beberapa kue wajib yang harus ada, contohnya adalah kue apem.
  5. Pada hari yang sama siang hari setelah solat Jum’at di areal persawahan di pinggir tanah desa digelar pementasan seni Tayub.
  6. Pada malam harinya pentas Tayub kembali digelar ditempat yang sama.
  7. Pada akhir acara manganan ini, pemerintah desa memberikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan.

  1. Nilai-nilai yang Terkandung Dalam Pelaksanaan Manganan
Secara umum nilai yang terkandung dari pelaksanaan sedekah bumi Dusun Kedungrejo ini meliputi sebagaimana berikut :
  1. Jika ditinjau dari antropologi, upacara khormat bumi masyarakat Dusun Kedungrejo menunjukkan adanya keinginan masyarakat untuk membuat citra positif terhadap tokoh pendiri desa sebagai tokoh kharismatik dan sakti. Pencitraan itu merupakan tindakan wajar agar masyarakat desa itu tetap menghormati dan mengingat jasa-jasa, serta mentauladani sikap dan tindakan dari pendiri Dusun Kedungrejo. Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Kedungrejo dalam perspektif teori antropologi menunjukkan bahwa masyarakat Dusun Kedungrejo merupakan masyarakat petani (Koentjaraningrat, 1990 : 140-141). Pada dasarnya budaya masyarakat petani merupakan budaya folk, dan budaya ini berbeda dengan budaya masyarakat kota yang dipandang lebih besar. Oleh karena itu Robert Redfiled (dalam Kontjaraningrat, 1990 : 142-143) cenderung menyebut kebudayaan masyarakat desa sebagai tradisi kecil (little tradition). sedangkan masyarakat perkotaan yang berada di dekat pusat kerajaan disebut kebudayaan besar (great tradition).
  2. Selanjutnya nilai yang terdapat dari pelaksanaan sedekah bumi ini adalah nilai cinta pada alam sekitar sebagai bukti rasa cinta masyarakat pada Tuhannya.
  3. Nilai kebersamaan di masyarakat Kedungrejo sangat tinggi, ini dikarenakan dalam acara Menganan mereka semua berkumpul dan semuanya itulah yang menguatkan ikatan keakraban di antara Masyarakat Dusun Kedungrejo.
  4. Upacara khormat bumi yang dilaksanakan masyarakat Dusun Kedungrejo mengandung nilai-nilai paedagogis bagi generasi penerus perlu diteladani, dan dikembangkan pada saat ini. Sebagai generasi penerus, perlu dibekali dengan sikap keteladanan yang telah dicontohkan generasi pendahulu. Dengan demikian, ketika masyarakat melaksanakan upacara Manganan generasi penerus diajak serta untuk mengamati, menghayati dan diharapkan akan memiliki beberapa sikap sebagai berikut:
a.       Gotong royong. Sikap gotong royong ditunjukkan oleh perangkat desa dan warga desa dalam mempersiapkan pelaksanaan upacara khormat bumi. Selama bekerja, mereka tidak dibayar, tetapi tetap menunjukkan sikap ihlas tidak jengkel ataupun marah. Mereka menunjukkan sikap rela tanpa pamrih dan memancarkan raut kegembiraan dalam mempersipakan upacara khormat bumi.
b.      Demokratis. Sikap musyawarah ditunjukkan baik kepala desa beserta dengan perangkat desa, tokoh masyarakat maupun warga masyarakat dalam mempersiapkan pelaksanaan upacara khormat bumi. Semua acara disusun berdasar azas mufakat, baik ketika menentukan waktu, tokoh yang perlu diundang, hiburan apa yang perlu bahkan sampai kepada mubaligh yang mengisi pengajian.
c.       Ketuhanan. Sikap pasrah kepada penguasa alam dan hormat kepada leluhur merupakan salah satu karakter masyarakat pedesaan yang mayoritas hidup sebagai petani, sikap itu bahkan sudah melekat dan menjadi budaya Jawa. Kearifan budaya Jawa melalui ungkapan, pertama, eling sangkan paraning dumadi, maksudnya adalah kesadaran orang Jawa yang selalu berhati-hati dalam bertindak dan bertutur sapa dan selalu ingat terhadap asal-usul manusia yang berasal dari tanah dan mengingat kemana atau tujuan akhir hidup manusia, yaitu harus mempertanggungjawabkan segala amal ibadahnya di hadapan Allah SWT.  Kedua, mikul dhuwur mendem jero, para lelulur yang sudah mendarmabaktikan pada generasi penerus berupa perjuangan membuka hutan untuk dijadikan pemukiman dan kini sudah menjadi desa, maka wajar apabila generasi sekarang memiliki kesadaran sejarah menghormati para pejuang desa dengan memohonkan ampunan kepada Tuhan atas segala dosa dan kesalahan dan semoga mereka semua mendapatkan balasan sesuai dengan darmabaktinya. Ketiga, ngunduh wohing pakerti, masyarakat menyadari apabila berbuat baik tentu mereka sendiri yang akan mengambil hikmahnya, begitu pula apabila berbuat tidak baik mereka sendiri pula yang akan menanggung akibatnya. Keempat, rawe-rawe rantas malang-malang putung, dalam mendirikan desa, tentu para leluhur menemui banyak hambatan dan rintangan, dengan semangat pantang menyerah, maka para leluhur berhasil mewujudkan impiannya menciptakan suatu pemukiman yang aman, tenteram dan sejahtera. Kelima, rukun agawe santoso, untuk mencapai tujuan hidup bersama, maka diperlukan kerukunan, persatuan dan kesatuan sehingga akan tercipta desa yang sejahtera.













BAB III
PENUTUP
  1. Kasimpulan
Hasil penelitian tentang  upacara Manganan di Dusun Kedungrejo Desa Ngumpak Dalem Kecamatan Dander Bojonegoro bermanfaat sebagai sarana untuk mempertahankan dan mengembangkan tradisi yang ada dalam masyarakat, di samping itu juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendorong generasi penerus agar tetap mengambil nilai-nilai yang ada di dalamnya. Hal ini ditunjukkan dengan rumusan masalah sebagai berikut  : (1) Prosesi upacara manganan yang dilaksanakan masyarakat  Desa Sukoharjo  bertempat di bawah pohon Beringin merupakan tradisi yang berlangsung turun temurun. Tujuan diselengarakan upacara khormat bumi adalah agar Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT, selalu memberi kemakmuran, kesejahteraan, ketetraman dan dijauhkan dari segala malapetaka, (2) Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara khormat bumi dapat dijadikan sebagai nilai-nilai yang perlu dimiliki oleh generasi penerusi, yaitu sikap gotong royong, demokratis, kearifan budaya Jawa yang terdiri eling sangkan paraning dumadi, mikul dhuwur mendem jero, rukun agawe santoso.
















Bukti-Bukti Fisik Penelitian Budaya Manganan Di Dusun Kedungrejo
Tumpengan yang diadakan di bekas sumur tua
Nasi uduk dengan lauk ayam utuh adalah menu wajib yang harus ada
Peralatan Gamelan yang akan digunakan untuk Pagelaran Tayub pada malam harinya.


Pohon Beringin ini dipercaya sebagai tempat peristirahatan Danyang Dusun Kedungrejo













Pementasan hiburan Tayub di siang hari.

0 komentar:

Posting Komentar