Pages

Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 25 Maret 2012

Puisi-Puisi Karya Agung Budiono dan Chairil Anwar


1.      PUISI-PUISI KARYA AGUNG BUDIONO
Gulungan Waktu Hijrah
aku tertawa dalam lingkaran waktu yang membuat aku mual
kamu tau tidak apa itu waktu?
berjalan, berdetak, berputar-putar
dalam kurun yang sama

tertawalah bila kau kini merasa bahagia
karena waktu akan membalik mawar wangimu
jadi layu dalam panasnya perjuangan
pasti pait walaupun sekejab

para ilmuan bersorban iman
kini menagis menghitung nukhtahnya
ada pula yang menari di lingkaran kebahagiaan Muharram
berkaca pada dinding sejarah Hijrah

Satu Empat Tiga Tiga
waktu dalam hitungan Hijriyah
dalam sudut waktu aku termenung
aku tertegun karena waktu telah tergulung

kemana lagi aku menepi, meletakkan tahta asmara membara
meniti hidup yang penuh sesak dengan gelora dehaga
antara ilmu dan cinta yang membuat aku berfikir
apa arti hadirku tanpa kasihmu menyeru?
hanya detakkan kecil menggantung
disudut gelapnya aku terpaku
meniti arti kesendirian
di lautan cinta
Inilah aku
penyair
tanpa
hadir
Mu
1

HujanDeras
Derashujan,gemeritikmenari
didedaunan
jatuhdanmengalirtanpaspasi
mewangiairberjutatetesmembasahi
tiktektuktokgemericiknyanyianalam
akumenikmatialunankesuburanbumi
karenadiujunggerimisini
akumengertilewatinilah
tuhankumenyayangi

Sajak Rindu
merindumu bagai bermain dalam irama
naik turunya mewakili gundah di dada
jika aku mencoba sejengkal ke relungmu
kehangatan itu sudah kurasa sepenuhnya
aku diam karena tak tau
tentang apa yang harus aku lakukan setelah ini
kembali kudengar dendang musik rindu
gemercik mengalun gemulai
mengetuk pintu hati untuk bertemu
karena sampai saat ini aku selalu Merindumu



Kereta Kehidupan
terpuruk terpinggirkan dalam lamunan terdiam
aku tetap ingin disini meski sendiri dalam sepi
deru mesin-mesin kendaraan kotak ku tunggu di tepi jalanan yang basah
di atas roda tiga aku menulis kisah buram carut-marutnya kemiskinan
di atas sofa keretaku aku merekam kekonyolan dunia
dan di atas kayuhan aku menyusun mimpi sarjana untuk anakku
ku kayuh kereta penuh kerak bersuara bising di atas karpet hitam
berbahan aspal
kembali aku pahami
makna sebuah kayuhanku adalah sebulir senyum anakku malam ini

Bojongoro, 28 Nopember 2011 Ba'da Solat Magrib,  untuk abang becak “Bundaran Sumbang”

Langkah Syahadat
aku catatan baru untuk hidup yang baru
berputar berdetak semauku
tak dapat kau mengejar tak jua kau dapat mencegahku berjalan
sekali kau terlambat maka kau kutebas
bukankah setiap masaku terbagi sama untuku jua

demi aku tuhanmu bersumpah
inginkah kau merugi nanti?
bilamana aku sudah tiada berganti dengan angka yang lain
maka barulah kau menghitung antara untung dan rugi
di masa yang terlampaui

jangan menyesal dan mulailah mengawali
hari ini sudah dimulai. jangan kau menunggu mentari meninggi
diawali masa yang baru bernama 2012 inilah awal langkah syahadatmu
bersujudlah untuk mati dan melangkahlah untuk dunia
 Bojonegoro 1 Januari 2012
2.      PUISI-PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR

PRAJURIT JAGA MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(1948)
Siasat,
Th III, No. 96
1949

KRAWANG-BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

(1948)
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957


AKU

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943

PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

Maret 1943


HAMPA

kepada sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.

DOA

kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

13 November 1943

SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...

SENJA DI PELABUHAN KECIL
buat: Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1946

CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

1946

3.      BIOGRAFI PENULIS
Saya terlahir dengan nama Agung Budiono, dari seorang Ibu bernama Jamusri dan Bapak bernama Parijan, di lahirkan di Kota Bojonegoro tepatnya di Dukuh  Klumpang Desa Sendangharjo Kecamatan Ngasem Bojonegoro tanggal 15 Nopember 1991. Saya adalah anak ke 2 dari 4 Bersaudara.
Saya awali dari keluaga saya adalah keluarga sederhana, kedua  orang tua saya bekerja sebagai petani dan terkadang bapak pergi ke Sumatera atau Kalimantan untuk bekerja.  Sebagaimana orang tua pada umumnya mereka ingin anaknya punya masa depan yang mapan. Oleh karenanya orang tua saya selalu memberikan dukungan untuk terus belajar hingga kini saya duduk di bangku kuliah IKIP PGRI Bojonegoro.
Awal pendidikan saya adalah di TK Dharmawirawan di samping balai Desa Sendangharjo, Selanjutnya SD saya di SDN Sendangharjo, waktu TK dan SD saya jarang pake sepatu karna jalannya becek dan yang mengesankan dari sekolah tingkat dasar itu adalah saya sempat sekolah sambil berjualan Nangka, dan Kacang Rebus saya bawa dari rumah dengan wadah ember. Meskipun awalnya malu tapi lama kelamaan malah ketagihan. Tapi walaupun saya sekolah sambil jualan saya tetap mendapat prestasi peringkat satu dari kelas 1 sampai kelas 6 dan akhirnya meraih NUN tertinggi waktu itu dengan rata-rata 9.
SMP Saya lanjutkan di SMPN 1 Ngasem, yang menarik di waktu saya Usia SMP adalah, ketika saya harus membantu orang tua mengambil rumput, memikul air, dan membantu kegiatan berladang seperti anak desa pada umumnya. Tugas seperti aku rasa amat berat tapi sebenarnya Bapak lebih senang aku mengaji , tapi karena malu Sudah besar sendiri di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), saya lebih memilih membantu orang tua walaupun berat juga.
Lulus SMP, berbekal  nilai yang lumayan saya beranikan mendaftar di SMKN 2 Bojonegoro, Sekolah kejuruan tervaforit di Bojonegoro saya mengambil Jurusan Teknik Gambar Bangunan (TGB). Karena sekolah saya jauh dari rumah saya memilih mondok di Pondok Pesantren Hidayatullah Bojonegoro, meskipun tempatnya lumayan jauh dari Sekolah tapi saya tetap kerasan di sana karena di Pondok saya dapat belajar Agama, dari pada Kost di Pondok ini Semuanya seba gratis. Ini sebenarnya adalah Yayasan tapi di Beri nama Pondok Pesantren agar anak yang tinggal di dalamnya tetap percaya diri.
Di masa SMK banyak pengalaman yang saya dapat, hidup di pondok jauh dari orang tua terkadang membuat saya kesusahan karena sering kali uang jatah dari orang tua kurang. Untuk mendapatkan uang banyak pekerjaan yang pernah aku lakukan mualai dari tukang kebun, Tukang Parkir Persibo karena pondok dekat dengan Stadion dan bahkan  memulung sampah saya lakukan hanya untuk menambah uang jajan dan membayar uang Buku LKS.
Lulus SMK saya mencoba mendaftar ke Universitas Negeri Malang (UM) lewat jalur pendaftaraan PMDK Bidik Misi.  Walaupun saya di terima di UM di Jurusan Pendidikan Teknik Sipil,  tapi saya harus bersabar dan menerima kenyataan karena kusi saya telah “di beli”  oleh orang lain dan akhirnya saya harus pulang dengan tangan hampa. Saya sempat shok dan menyerah melihat orang tua yang juga kecewa karena kegagalan itu, hingga semenjak kegagalan itu saya tidak berani pulang. Hingga akhirnya saya di tawari kerja menjadi staf Tata Usaha (TU) di salah satu SD di dekat pondok. Meskipun agak ragu pekerjaan itu saya terima dan dari situlah saya di Sarankan untuk Kuliah di IKIP oleh kepala sekolah SD tersebut.
Kuliah di IKIP sebenarnya tak ternah terfikirkan sebelumnya, ini karena saya lulusan SMK yang harusnya kuliah di bidang teknik. Tapi setelah saya mendapat saran dari beberapa mantan guru saya, akhirnya saya mantap menempuh S1 di IKIP PGRI Bojonegoro.
Kesukaan saya di dunia literasi, bermula saat saya ikut di Sekolah Menulis SEC ( SMS) dan Sekolah Menulis Cerpen Online WRITING REVOLUTION dan aktif di TBM Al Mubarok di Pondok.  Saya mulai berani berkarnya dan saya kirim ke media Harian RADAR BOJONEGOR. Diantaranya Opini “Pengendalian Wereng dan Optimalisasi petani”, Cerpen “Ledre in Love”, Opini “Fortuner Muspida dan Kisah Umar” dan yang terkahir adalah puisi-puisi. Semua tulisan itu adalah bukti kecintaan saya pada dunia literasi.


Rabu, 21 Desember 2011

Cinta Sederhana

lucunya kisah cinta
hingga aku tak tau apa artinya
membuat aku berfikir adakah cinta untuku
mimpi yang hanya melayang bagai asa tanpa warna
jingga warna berubah memerah warnanya merona
aku tetap tak mengerti inikah cinta?

lelah aku mencari
sekali kutemui rasa itu sirna
tak kudapati
sendiri mungkin itu terbaik untuku
tanpa cinta akan bahagia
itu mungkin
warna pelangi kembali kutemui

merah kuning hijau jingga biru menyatu
aku temui butiran bahagia saat aku disampingnya
ya mungkin itu bahagia
biarlah kujalani cinta ini
sederhana saja

Kamis, 15 Desember 2011

sajak jejering sosial

cintaku tersambung bukan dengan hati
tapi karena memang hati ini terpaut denganmu
hanya lewat barisan status di dindingmu
lewat foto-foto di albummu yang memikat
cinta kita terjalin lewat kata pesan singkat
yang minim makna
kita mengukir janji setia dalam memori tanpa pertemuan
aku mencintaimu dalam lamunan
tanpa bayangan wangi asmara rabaan kulitmu
jika nanti kita memang berjodoh
biarkan aku tetap mencumbumu dalam kata

Rabu, 14 Desember 2011

Sajak Eksplorasi

untuk mereka para raja di telaga eksplorasi
selamat mengeruk harta kami emas hitam di perut bumi Angling Dharma
melengganglah sepuasmu hingga perutmu tak muat menelan minyak
hingga kepalamu pusing mendengar tangis kami
tertawalah jika ketidak berdayaan ini lucu bagimu
tak semata karena kami tak punya, lantas kau berbuat seenaknya
ah.... mungkin tak ada gunanya sajak ini
karena kupingmu telah tersumbat kerikil emas hasil eksplorasi
bernyanyilah ...
hiburlah kami dengan nyanyian kesejahteraan yang kau dengungkan
meliuk-liuk ..
mendengarnya saja kami sudah muak...
kami tuan rumah yang mati karena suguhan kami padamu adalah makan malam kami
ya ... tertawalah karena ketidak mampuan kami lucu dan tiada guna
kami harap meskipun sejenak
kau ingat kami ........
yang miskin di kubangan harta yang kami miliki.

Rabu, 07 Desember 2011

Sajak Asmara

Rembulanku
Sinarmu membias malam yang sunyi dan temaram
Biarpun mentari tak lagi buatmu bercahaya.
Biarkan aku tetap mengagumimu

Cinta
Jangan kau anggap ini
Sebuah gurauan
Karena secuil yang keluar dari hati ini hanyalah Cinta


Mawar
Kau indah
Begitu mempesona
Begitu sayang batangmu berduri
Saat aku coba ungkapkan cinta
Durimu menyakitiku.
Maaf mungkin juga bukan kata ternbaikyang harus terucap

Jumat, 25 November 2011

Puisi-Puisi Oleh Chairil Anwar

PRAJURIT JAGA MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(1948)
Siasat,
Th III, No. 96
1949


MALAM


Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
--Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang

Zaman Baru,
No. 11-12
20-30 Agustus 1957



KRAWANG-BEKASI


Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

(1948)
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957


DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai



Maju
Serbu
Serang
Terjang

(Februari 1943)
Budaya,
Th III, No. 8
Agustus 1954



PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

(1948)

Liberty,
Jilid 7, No 297,
1954

Thursday, April 03, 2003

AKU

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943





PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

Maret 1943



HAMPA

kepada sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.


DOA

kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

13 November 1943


SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...

Posted 5:58 AM by camar
SENJA DI PELABUHAN KECIL
buat: Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1946

CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

1946


MALAM DI PEGUNUNGAN


Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!

1947


YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS

kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

1949


DERAI DERAI CEMARA

cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949