Pages

Sabtu, 16 Februari 2013

MAKALAH FONOLOGI


Fonologi Bahasa Indonesia

19MEI
FONOLOGI BAHASA INDONESIA
Konsonan oral, contohnya adalah semua konsonan selain pada konsonan nasal.
BAB II : Pengaruh Bunyi Bahasa
PENGARUH DAN PEMENGARUH BUNYI BAHASA
A. Proses Asimilai
Proses asimilasi adalah pengaruh yang mempengaruhi bunyi tanpa mempengaruhi identitas fonem dan terbatas pada asimilasi fonetis saja. Berdasarkan arah pengaruh bunyinya, proses asimilasi dibedakan menjadi :
a. Asimilasi Progresif
b. Asimilasi Regresif
B. Artikulasi penyerta
Proses pengaruh bunyi yang disebabkan oleh artikulasi ini dibedakan menjadi :
a. Labialisasi, yaitu pembulatan bibir pada artikulasi primer sehingga terdengar binyi semi-vokal [w] pada bunyi utama tersebut. Misalnya, bunyi [t] pada kata tujuan terdengar sebagai bunyi [tw].
b. Retrofleksi, yaitu penarikan ujung lidah ke belakang pada artikulasi primer, sehingga terdengar bunyi [r] pada bunyi utama. Misalnya, [kr] dari bunyi [k] pada kata kardus.
c. Palatalisasi, yaitu pengangkatan daun lidah ke arah langhit-langit keras pada artikulasi primer. Misalny bunyi [p] pada kata piara terdengarsebagai [py].
d. Velarisasi, yaitu pengangkatan pangkal lidah ke arah langit-langit lunak pada artikulasi primer. Misalnya, bunyi [m] pada kata mahluk terdengar sebagai [mx].
e. Glotalisasi, yaitu proses penyerta hambatan pada glottis atau glottis tertutup rapat sewaktu artikulasi primer diucapkan. Vokal dalam bahasa Indonesia sering diglotalisasi. Misalnya, bunyi [o] pada kata obat terdengar sebagai [?o].
C. Pengaruh bunyi karena distribusi
Pengaruh bunyi karena distribusi menimbulkan proses-proses sebagai berikut :
a. Aspirasi, yaitu pengucapan suatu bunyi disertai dengan hembusan keluarnya udara dengan kuat sehingga terdengar bunyi [h]. Misalnya, konsonan letup bersuara [b,d,j,g] terdengar sebagai [bh,dh,jh,gh].
d. Pelepasan, yaitu pengucapan bunyi hambat letup yang seharusnya dihambat tetapi tidak dihambat dan dengan serentak bunyi berikutnya diucapkan. Pelepasan dibedakan menjadi tiga, yaitu :
- Lepas tajam atau lepas penuh
- Lepas nasal
- Lepas sampingan
- Pemgafrikatan.
D. Kehomorganan
Kehomorganan yaitu konsonan yang mempiunyai sifat khusus. Terdapat dua jenis kehomorganan, yaitu :
a. Kehomorganan penuh
b. Kehomorganan sebagian
TRANSKRIPSI BUNYI BAHASA
Transkripsi adalah penulisan tuturan atau perubahan teks dengan tujuan untuk menyarankan lafal bunyi, fonem, morfem atau tulisan sesuai dengan ejaan yang berlaku dalam suatu bahasa yang menjadi sasarannya. Transkripsi dibedakan menjadi.
a. Transkripsi fonetis, yaitu penulisan pengubahan menurut bunyi. Tanda […]
b. Transkripsi fonemis, yaitu penulisan pengubahan bahasa menurut fonem. Tanda /…/
c. Transkripsi morfemis, yaitu penulisan pengubahan menurut morfem. Tanda {…}
d. Transkripsi ortografis, yaitu penulisan pengubahan menurut huruf atau ejaan bahasa yang menjadi tujuannya. Tanda
Transliterasi adalah penggantian huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain tanpa menghiraukan lafal bunyi kata yang bersankutan. Misalnya, transliterasi dari aksara jawa dialihkan ke huruf abjad latin.
BUNYI SUPRASEGMENTAL
Ciri-ciri bumyi suprasegmental antara lain :
a. Jangka, yaitu panjang pendeknya bunyi yang diucapkan. Tanda […]
b. Tekanan, yaitu penonjolan suku kata dengan memperpanjang pengucapan, meninggikan nada dan memperbesar intensitas tenaga dalam pengucapan suku kata tersebut.
c. Jeda atau sendi, yaitu ciri berhentinya pengucapan bunyi. Sendi dibedakan menjadi:
a. Sendi tambah
b. Sendi tunggal (/)
c. Sendi rangkap (//)
d. Sendi kepang rangkap (#)
d. Intonasi dan ritme
Intonasi adalah cirri suprasegmental yang berhubungan dengan naik turunnya nada dalam pelafalan kalimat
Ritme adalah cirri suprasegmental yang br\erhubungan dengan pola pemberian tekanan pada kata dalam kalimat.
BAB III : FONEMIK : KAJIAN FONEM
PENGERTIAN DAN PENGENALAN FONEM
A. PENGERTIAN FONEM DAN FONEMISASI
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan memiliki fungsi untuk membedakan makna.
Fonemisasi adalah usaha untuk menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut.
B. PENGENALAN FONEM
Dalam mengenalui fonem terdapat beberapa pokok pikiran umum yang disebut premis-premis fonologis. Berdasarka nsifat umumnya premis-premis bahasa tersebut adalah sebagai berikut :
a. Bunyi bahasa mempunyai kencenderungan untuk dipengaruhi oleh lingkungannya.
b. Sistem bunyi mempunyai kecenderungan bersifat simetris.
c. Bunyi-bunyi bahasa yangsecara fonetis mirip harus digolongkan ke dalam kelas-kelas bunyi (fonem) yang berbeda, apabila terdapat pertentangan di dalam lingkungan yang sama.
d. Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip dan terdapat di dalam distribusi yang komplementer, harus dimasukkan ke dalam kelas-kelas bunyi (fonem) yang sama.
C. BEBAN FUNGSIONAL FONEM
Dalam kajian fonologi sering dipaparkan beban fungsional dari oposisi fonemis tertentu. Beban oposisi rendah terdapat pada bunyi /p/ dan /f/ pada katakapan dan kafan, sedangkan beban oposisi tinggi terdapat pada bunyi /k/ dan /g/ pada kata gita dan kita.
REALISASI DAN VARIASI FONEM
A. REALISASI FONEM
Realisasi fonem adalah pengungkapan sebenarnya dari ciri atau satuan fonologis, yaitu fonem menjadi bunyi bahasa
1. Realisasi vokal
Berdasarkan pembentukannya, realisasi fonem vokal dibedakan sebagai berikut :
a. Fonem /i/ adalah vokal tinggi-depan-tak bulat.
b. Fonem /u/ adalah vokal atas-belakang-bulat.
c. Fonem /e/ adalah vokal sedang-depan-bulat.
d. Fonem // adalah vokal sedang-tangah-bulat.
e. Fonem /o/ adalah vokal sedang-belakang-bulat
f. Fonem /a/ adalah vokal rendah-tengah-bulat.
2. Realisasi konsonan
Berdasarkan cara pembentukannya, realisasi fonem konsonan dibedakan sebagai berikut :
a. Konsonan hambat
b. Konsonan Frikatif
c. konsonan getar-alveolar
d. konsonan lateral-alveolar
e. konsonan nasal
f. semi-vokal .
B. VARIASI FONEM
Variasi fonem ditentukan oleh lingkungan dalam distribusi yang komplementer disebut variasi alofonis. Variasi fonem yang tidak membedakan bentuk dan arti kata disebut alofon.
a. Alofon vokal
- Alofon fonem /i/, yaitu
[i] jika terdapat pada suku kata terbuka. Misalnya, [bibi] /bibi/
[I] jika terdapat pada suku kata tertutup. Misalnya, [karIb] /karib/
[Iy] palatalisasi jika diikuti oleh vokal [aou]. [kiyos] /kios/
[ϊ] nasalisasi jika diikuti oleh nasal. [ϊndah] /indah/
- Alofon fonem /ε/, yaitu
[e] jika terdapat pada suku kata terbuka dan tidak diikuti oleh suku kata yang
mengandung alofon [ε]. Misalnya, [sore] /sore/
[ε] jika terdapat pada tempat-tempat lain. Misalnya, [pεsta]/pesta/
[] jika terdapat pada posisi suku kata terbuka. [pta]/peta/
[] jika terdapat pada posisi suku kata tertutup. [sentr]/senter/
- Alofon fonem /o/, yaitu
[o] jika terdapat pada suku kata akhir terbuka. [soto]/soto/
[] jika terdapat pada posisi lain. [jebls]/jeblos/
- Alofon fonem /a/, yaitu
[a] jika terdapat pada semua posisi suku kata.
[aku]/aku, [sabtu]/sabtu/
- Alofon fonem /u/, yaitu
[u] jika terdapat pada posisi suku kata terbuka.
[aku]/aku/, [buka]/buka/
[U] jika terdapat pada suku kata tertutup.
[ampUn]/ampun/, [kumpul]/kumpul/
[uw] labialisasi jika diikuti oleh[I,,a].
[buwih]/buih/, [kuwe]/kue/
b. Alofon konsonan
- fonem /p/
[p] bunyi lepas jika diikuti vocal.
[pipi]/pipi/, [sapi]/sapi/
[p>] bunyi tak lepas jika terdapat pada suku kata tertutup.
[atap>]/atap/, [balap>]/balap/
[b] bunyi lepas jika diikuti oleh vocal.
[babi]/babi/, [babu]/babu/
[p>] bunyi taklepas jika terdapat pada suku kata tertutup, namun berubah lagi menjadi [b] jika diikuti lagi vokal.
[adap>]/adab/, [jawap>]/jawab/
- Fonem /t/
[t] bunyi lepas jika diikutu oleh vokal.
[tanam]/tanam/, [tusuk]/tusuk/
[t>] bunyi tak lepas jika terdapat pada suku kata tertutup.
[lompat>]/lompat/,[sakit>]/sakit/
[d] bunyi lepas jika diikuti vocal.
[duta]/duta/, [dadu]/dadu/
[t>] bunyi hambat-dental-tak bersuara dan tak lepas jika terdapat pada suku kata tertutup atau pada akhir kata.
[abat>]/abad/,[murtat>]/murtad/
- Fonem /k/
[k] bunyi lepas jika terdapat pada awal suku kata.
[kala]/kala/, [kelam]/kelam/
[k>] bunyi tak lepas jika tedapat pada tengah kata dan diikuti konsonan lain.
[pak>sa]/paksa/, [sik>sa]/siksa/
[?] bunyi hambat glottal jika terdapat pada akhir kata.
[tida?]/tidak/, [ana?]/anak/
- Fonem /g/
[g] bunyi lepas jika diikuti glottal.
[gagah]/gagah/, [gula]/gula/
[k>] bunyi hambat-velar-tak bersuara dan lepas jika terdapat di akhir kata.
[beduk>]/bedug/,[gudek>]/gudeg/
- Fonem /c/
[c] bunyi lepas jika diikuti vocal.
[cari]/cari/, [cacing]/cacing/
- Fonem /j/
[j] bunyi lepas jika diikuti vocal.
[juga]/juga/, [jadi]/jadi/
- Fonem /f/
[j] jika terdapat pada posisi sebelum dan sesudah vocal.
[fakir]/fakir/, [fitri]/fitri/
- Fonem /p/
[p] bunyi konsonan hambat-bilabial-tak bersuara
[piker]/piker/, [hapal]/hapal/
- Fonem /z/
[z] [zat]/zat/, [izin]-/izin/
- Fonem /š/
[š] umumnya terdapat di awal dan akhir kata
[šarat]/syarat/, [araš]/arasy/
- Fonem /x/
[x] berada di awal dan akhir suku kata.
[xas]/khas/, [xusus]/khusus/
- Fonem /h/
[h] bunyi tak bersuara jika terdapat di awal dan akhir suku kata.
[hasil]/hasil, [hujan]/hujan/
[H] jika berada di tengah kata
[taHu]/tahu/, [laHan]/lahan/
- Fonem /m/
[m] berada di awal dan akhir suku kata
[masuk]/masuk/, [makan]/makan/
- Fonem /n/
[n] berada di awal dan akhir suku kata.
[nakal]/nakal/, [nasib]/nasib/
- Fonem /ň/
[ň] berada di awal suku kata
[baňak]/banyak/, [buňi]/bunyi/
- Fonem /Ƞ/
[Ƞ] berada di awal dan akhir suku kata.
[Ƞarai]/ngarai/, [paȠkal]/pangkal/
- Fonem /r/
[r] berada di awal dan akhir suku kata, kadang-kadang bervariasi dengan bunyi getar uvular [R].
[raja] atau [Raja]/raja/, [karya] atau [kaRya]/karya/
- Fonem /l/
[l] berada di awal dan akhir suku kata.
[lama]/lama/, [palsu]/palsu/
- Fonem /w/
[w] merupakan konsonan jika terdapat di awal suku kata dan semi vocal pada
akhir suku kata.
[waktu]/waktu/, [wujud]/wujud/
- Fonem /y/
[y] merupakan konsonan jika terdapat di awal suku kata dan semi vocal pada
akhir suku kata.
[santay]/santai/, [ramai]/ramai/
GEJALA FONOLOGIS
A. NETRALISASI DAN ARKIFONEM
Netralisasi adalah alternasi fonem akibat pengaruh lingkungan atau pembatalan perbedaan minimal fonem pada posisi tertentu. Alternasi fonem adalah perubahan fonem menjadi fonem lain tanpa membedakan makna. Adanya bunyi /t/ pada akhir lafal kata [babat] untuk /babad/ adalah hasil netralisasi.
Arkifonem adalah golongan fonem yang kehilangan kontraspada posisi tertentu dan biasa dilambangkan dengan huruf besar seperti/D/ yang memiliki alternasi atau varian fonem /t/ dan fonem /d/ pada kata [babat] untuk /babad/ .
B. PELEPASAN FONEM DAN KONTRAKSI
Pelepasan bunyi adalah hilangnaya bunyi atau fonem pada awal, tangah dan akhir sebuah kata tanpa mengubah makna. Contoh : /tetapi/ menjadi /tapi/.
Pelepasan dibagi menjadi tiga, yaitu
a. Aferesis, yaitu pelepasan fonem pada awal kata.
/tetapi/ menjadi /tapi/, /baharu/ menjadi /baru/
b. Sinkope, yaitu pelepasan fonem pada tengah kata.
/silahkan/ menjadi /silakan/, /dahulu/ menjadi /dulu/
c. Apokope, yaitu pelepasan fonem pada akhir kata.
/president/ menjadi /president/, /standard/ menjadi /standar/
Jenis pelepasan bunyi yang lain adalah haplologi ,yaitu pemendekan pada sebuah kata karena penghilangan suatu bunyi atau suku kata pada pengucapannya. Misalnya : tidak ada menjadi tiada, bagaimana menjadi gimana.
C. DISIMILASI
Disimilasi adalah perubahan bentuk kata karena salah satu dari dua buah fonem yang sama diganti dengan fonem yang lain. Contoh disimilasi :
a. Disimilasi sinkronis
Contohnya : ber + ajar belajar. Fonem /r/ pada awalan ber- diubah menjadi /l/.
b. Disimilasi diakronis
Contohnya : kata cipta berasal dari bahasa Sansekerta yaitu citta. Jadi terdapat perubahan dari fonem /tt/ menjadi /pt/.
D. METATESIS
Dalam proses metatesis yang diubah adalah urutan fonem-fonem tertentu yang biasanya terdapat bersama dengan bentuk asli, sehingga ada variasi bebas. Misalnya, jalur menjadi lajur, almari menjadi lemari.
E. PENAMBAHAN FONEM
Berdasarkan letaknya, penambahan fonem dibedakan menjadi :
a. Protesis, yaitu penambahan fonem di awal kata.
b. Epentesis, yaitu penambahan fonem di tengah kata.
c. Paragoge, yaitu penambahan fonem di akhir kata.
BAB IV : FONOTAKTIK BAHASA INDONESIA
FONOTAKTIK DAN DISTRIBUSI FONEM
A. Fonotaktik
Fonotaktik adalah bidang fonologi atau fonemik yang mengatur tentang penjejeran fonem dalam kata. Contohnya, kata pertandingan memiliki 12 fonem. Jejeran fonem dari kata tersebut adalah /p,e,r,t,a,n,d,i,n,g,a,n/.
B. Distribusi Fonem
Distribusi fonem adalah bagian yang membahas posisi fonem apakah fonem tersebut terletak pada bagian awal,tengah atau akhir dalam sebuah kata.
1. Distribusi Vokal
Distribusi vokal lebih lanjut dijelaskan melalui tabel pada bab sebelumnya.
2. Distribusi Konsonan
Distribusi konsonan lebih lanjut dijelaskan melalui tabel pada bab sebelumnya.
DERETAN FONEM ,DIFTONG DAN GUGUS
A. Deretan Fonem
1. Deretan vokal
Deretan vokal lebih lanjut dijelaskan melalui tabel pada bab sebelumnya.
2. Deretan konsonan
Deretan konsonan lebih lanjut dijelaskan melalui tabel pada bab sebelumnya.
a). Penambahan fonem adalah gejala bahasa yang prosesnya menambahkan fonem pada suatu kata, jenisnya adalah sebagai berikut:
(1). Protesis adalah proses suatu kata mendapat tambahan satu fonem pada awal kata (penambahan fonem di depan), contohnya adalah kata :
rak, mengalami protesis menjadi erak (tempat untuk menyimpan peralatan dapur dan erak (letak).
lang =elang mas, menjadi emas
smara = asmara stri, menjadi istri
(2). Epentesis adalah proses suatu kata mendapat tambahan suatu fonem atau lebih di tengah-tengah kata(penambahan fonem di tengah).contohnya adalah :
kapak menjadi kampak (alat untuk memotong kayu) dan kampak (minyak gosok merk kapak)
(3). Paragoge (penambahan fonem di belakang), contohnya adalah :
gaji menjadi gajih (bayaran; upah) dan gajih (lemak).
b). Penghilangan fonem adalah penghilangan sebuah fonem dari suatu kata, jenisnya ialah sebagai berikut:
(1). Aferesis adalah proses suatu kata kehilangan satu atau lebih fonem pada awal katanya. (penghilangan fonem di depan), contohnya seperti berikut ini:
(a). Haus → aus (dahaga atau ingin minum air)
aus → susut karena sering dipakai.
(b). Hasta → asta (ukuran sepanjang lengan bawah dari siku ke ujung jari tengah)
asta → delapan
(2). Sinkop adalah proses suatu kata kehilangan satu fonem atau lebih di tengah-tengah kata tersebut. (penghilangan fonem di tengah), contohnya adalah kata :
basa (istilah dalam kimia) dengan basa (semula bahasa) yang atinya bunyi yang dikeluarkan alat ucap manusia untuk berkomunikasi.
(3). Apokop adalah proses suatu kata kehilangan suatu fonem pada akhir kata(penghilangan fonem di belakang), contohnya adalah kata akas (tangkas; sehat) dengan akas (semula akasa) yang artinya langit.

Sabtu, 21 Juli 2012

Tugas Akhir IBD Sedekah Bumi




BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan teori

1. Pengertian sedekah bumi

Istilah sedekah bumi sudah lama dikenal bangsa kita jauh sebelum kita mencapai kemerdekaan dengan mendirikan negara republik indonesia. Kedua istilah itu merupakan perpaduan, sintesis, atau sinkretisme antara kepercayaan lama dengan kepercayaan baru. Sebelum agama islam masuk ke tanah air -waktu itu belum muncul nama indonesia- sebagian penduduk berpegang pada kepercayaan lama, yang dalam istilah ilmu agama (science of religion ) disebut animisme, dinamisme, fetisisme, dan politeisme. Sebagian yang lain memeluk agama hindu dan buddha. Mereka mempercayai adanya kekuatan supernatural yang mengusai alam semesta, berupa dewa-dewa.upacara-upacara yang dimaksudkan untuk memuja dewa laut dan dewa bumi dibiarkannya tetap berjalan, meski sebagian penduduk itu sudah memeluk agama islam. Hanya saja, mantra-mantranya diganti dengan doa-doa secara islam, dan nama upacara disesuaikan dengana ajaran islam, yaitu dengan istilah sedekah laut dan sedekah bumi. Perubahan yang menyangkut aspek teologis dilakukan secara bertahap, sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial. Ini merupakan salah satu metode dakwah mubalig pada masa awal kedatangan islam di tanah air kita. Kedatangan agama islam ke nusantara dibawa oleh para mubalig yang dalam menyiarkan agamanya menggunakan metode persuasif. Mereka tidak secara drastis mengadakan perubahan terhadap kepercayaan dan adat istiadat lama, melainkan sampai batas-batas tertentu, memberikan toleransi, membiarkannya tetap berlangsung dengan mengadakan modifikasi-modifikasi seperlunya.di antaranya ada dewa yang mengusai lautan (varuna), dan menguasai bumi (pertiwi ). Sebagai ungkapan rasa syukur dan pemujaan kepada dewa-dewa tersebut, mereka mengadakan upacara-upacara (ritual ), dengan membaca mantra-mantra dan mempersembahkan sesaji. Tujuannya agar para dewa memelihara keselamatan penduduk, menjauhkan mereka dari mala-petaka, dan melimpahkan kesejahteraan, berupa meningkatnya jumlah ikan di laut dan hasil pertanian. Masyarakat jawa memang terkenal dengan beragam jenis tradisi budaya yang di ada di dalamnya. Baik tradisi cultural yang bersifat harian, bulanan hingga yang bersifat tahunan, semuanya ada dalam tradisi budaya jawa tanpa terkecuali. Dari beragam macamnya tradisi yang ada di masyarakat jawa, hingga sangat sulit untuk mendeteksi serta menjelaskan secara rinci terkait dengan jumlah tradisi kebudayaan yang ada dalam masyarakat jawa tersebut. Salah satu tradisi masyarakat jawa yang hingga sampai sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan sudah mendarah daging serta menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa pada setiap tahunnya adalah sedekah bumi. Tradisi sedekah bumi ini, merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Ritual sedekah bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang berprofesi sebagai petani, nelayan yang menggantunggkan hidup keluarga dan sanak famil mereka dari mengais rizqi dari memanfaatkan kekayaan alam yang ada di bumi. Bagi masyarakat jawa khususnya para kaum petani dan para nelayan, tradisi ritual tahunan semacam sedekah bumi bukan hanya merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka. Akan tetapi tradisi sedakah bumi mempunyai makna yang lebih dari itu, upacara tradisional sedekah bumi itu sudah menjadi salah satu bagian yang sudan menyatu dengan masyarakat yang tidak akan mampu untuk dipisahkan dari kultur (budaya) jawa yang menyiratkan simbol penjagaan terhadap kelestarian serta kearifan lokal (Local Wisdem) khas bagi masyarakat agraris maupun masyarakat nelayan khususnya yang ada di pulau jawa. Pada acara upacara tradisi sedekah bumi tersebut umumnya, tidak banyak peristiwa dan kegiatan yang dilakukan di dalamnya.








2. Tata cara sedekah bumi

Biasanya seluruh masyarakat sekitar yang merayakannya tradisi sedekah bumi membuat tumpeng dan berkumpul menjadi satu di tempat sesepuh kampung, di bakai desa atau tempat-tempat yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat setempat untuk menggelar acara ritual sedekah bumi tersebut. Setelah itu, kemudian masyarakat membawa tumpeng tersebut ke balai desa atau tempat setempat untuk di do’akan oleh tetua adat. usai di do’akan oleh sesepuh atau tetua adat, kemudian kembali diserahkan kepada masyarakat setempat yang membuatnya sendiri. Nasi tumpeng yang sudah di do’akan oleh sesepuh kampung atau tetua adat setempat kemudian di makan secara ramai-ramai oleh masyarakat yang merayakan acara sedekah bumi itu. Namun, ada juga sebagian masyarakat yang membawa nasi tumpeng tersebut yang membawanya pulang untuk dimakan beserta sanak keluarganya di rumah masing-masing. Pembuatan nasi tumpeng ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan pada saat upacara tradisi tradisional itu. Menurut adat istiadat dalam tradisi budaya ini, di antara makanan yang menjadi makanan pokok yang harus ada dalam tradisi ritual sedekah bumi adalah nasi tumpeng dan ayam panggang. Sedangkan yang lainnya seperti minuman, buah-buahan dan lauk-pauk hanya bersifat tambahan saja, tidak menjadi perioritas yang utama. Dan pada acara akhir, nantinya para petani biasanya menyisakan nasi, kepala dan ceker ayam, ketiganya dibungkus dan diletakkan di sudut-sudut petak sawahnya masing-masing. Dalam puncaknya acara ritual sedekah bumi di akhiri dengan melantunkan do’a bersama-sama oleh masyarakat setempat dengan dipimpin oleh tetua adat. Do’a dalam sedekah bumi tersebut umumnya dipimpin oleh tetua adat atau sesepuh kampung yang sudah sering dan terbiasa mamimpin jalannya ritual tersebut. Ada yang sangat menarik dalam lantunan do’a yang ada dilanjutkan dalam ritual tersebut. Yang menarik dalam lantunan doa tersebut adalah kolaborasi antara lantunan kalimat-kalimat Jawa (Jawa Dermayu) dan yang dipadukan dengan khazanah-khazanah doa yang bernuansa Islami.




3. Jenis-jenis sedekah bumi.

~Manganan kuburan : Upacara memperingati kematian atau sekarang lebih dikenal dengan nama khaul.
~Nyadran : upacara di sumur-sumur keramat, sumur-sumur tua ini banyak terdapat di daerah pedalaman.
~ Upacara petik laut atau babakan : Upacara untuk menandai datangnya masa panen bagi para nelayan, biasanya dengan melarung sesaji ke laut.


4. Daerah-daerah yang sering mengadakan sedekah bumi

~Jawa, terutama daerah pesisir utara dan daerah pegunungan.
~Sebagian besar Pulau Bali, karena rakyat Bali mayoritas beragama Hindu yang sangat kental dengan budaya sedekah bumi.
~Daerah nusa tenggara.
~Dan beberapa daerah lainnya yang dulunya pernah mendapat pengaruh Hindu-Budha.

Kesimpulan: Jadi Pulau Jawa adalah daerah mayoritas di Indonesia yang sering mengadakan sedekah bumi.








5. Pendapat para ahli.


Oleh: Miftahul A’la (Pemerhati Kebudayaan Dari Yogyakarta)

Masyarakat jawa memang terkenal dengan beragam jenis tradisi budaya yang di ada di dalamnya. Baik tradisi cultural yang bersifat harian, bulanan hingga yang bersifat tahunan, semuanya ada dalam tradisi budaya jawa tanpa terkecuali. Dari beragam macamnya tradisi yang ada di masyarakat jawa, hingga sangat sulit untuk mendeteksi serta menjelaskan secara rinci terkait dengan jumlah tradisi kebudayaan yang ada dalam masyarakat jawa tersebut. Salah satu tradisi masyarakat jawa yang hingga sampai sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan sudah mendarah daging serta menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa pada setiap tahunnya adalah sedekah bumi. Tradisi sedekah bumi ini, merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Ritual sedekah bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang berprofesi sebagai petani, nelayan yang menggantunggkan hidup keluarga dan sanak famil mereka dari mengais rejeki dari memanfaatkan kekayaan alam yang ada di bumi. Bagi masyarakat jawa khususnya para kaum petani dan para nelayan, tradisi ritual tahunan semacam sedekah bumi bukan hanya merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka. Akan tetapi tradisi sedakah bumi mempunyai makna yang lebih dari itu, upacara tradisional sedekah bumi itu sudah menjadi salah satu bagian yang sudan menyatu dengan masyarakat yang tidak akan mampu untuk dipisahkan dari kultur (budaya) jawa yang menyiratkan simbol penjagaan terhadap kelestarian serta kearifan lokal (Local Wisdem) khas bagi masyarakat agraris maupun masyarakat nelayan.
Pada acara upacara tradisi sedekah bumi tersebut umumnya, tidak banyak peristiwa dan kegiatan yang dilakukan di dalamnya. Hanya saja, pada waktu acara tersebut biasanya seluruh masyarakat sekitar yang merayakannya tradisi sedekah bumi membuat tumpeng dan berkumpul menjadi satu di tempat sesepuh kampung, di bakai desa atau tempat-tempat yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat setempat untuk menggelar acara ritual sedekah bumi tersebut. Setelah itu, kemudian masyarakat membawa tumpeng tersebut ke balai desa atau tempat setempat untuk di do’akan oleh tetua adat. usai di do’akan oleh sesepuh atau tetua adat, kemudian kembali diserahkan kepada masyarakat setempat yang membuatnya sendiri. Nasi tumpeng yang sudah di do’akan oleh sesepuh kampung atau tetua adat setempat kemudian di makan secara ramai-ramai oleh masyarakat yang merayakan acara sedekah bumi itu. Namun, ada juga sebagian masyarakat yang membawa nasi tumpeng tersebut yang membawanya pulang untuk dimakan beserta sanak keluarganya di rumah masing-masing. Pembuatan nasi tumpeng ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan pada saat upacara tersebut. Menurut adat istiadat dalam tradisi budaya ini, di antara makanan yang menjadi makanan pokok yang harus ada dalam tradisi ritual sedekah bumi adalah nasi tumpeng dan ayam panggang. Sedangkan yang lainnya seperti minuman, buah-buahan dan lauk-pauk hanya bersifat tambahan saja, tidak menjadi perioritas yang utama. Dan pada acara akhir, nantinya para petani biasanya menyisakan nasi, kepala dan ceker ayam, ketiganya dibungkus dan diletakkan di sudut-sudut petak sawahnya masing-masing.
Dalam puncaknya acara ritual sedekah bumi di akhiri dengan melantunkan do’a bersama-sama oleh masyarakat setempat dengan dipimpin oleh tetua adat. Do’a dalam sedekah bumi tersebut umumnya dipimpin oleh tetua adat atau sesepuh kampung yang sudah sering dan terbiasa mamimpin jalannya ritual tersebut. Ada yang sangat menarik dalam lantunan do’a yang ada dilanjutkan dalam ritual tersebut. Yang menarik dalam lantunan doa tersebut adalah kolaborasi antara lantunan kalimat-kalimat Jawa (Jawa Dermayu) dan yang dipadukan dengan khazanah-khazanah do’a bernuansa islami. Ritual sedekah bumi yang sudah menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa ini merupakan salah satu jalan dan sebagai simbol penghormatan manusia terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan. Manurut cerita dari para nenek moyang orang jawa terdahulu, "Tanah itu merupakan pahlawan yang sangat besar bagi kehidupan manusia di muka bumi. Maka dari itu tanah harus diberi penghargaan yang layak dan besar. Dan ritual sedekah bumi inilah yang menurut mereka sebagai salah satu simbol yang paling dominan bagi masyarakat jawa khususnya para petani dan para nelayan untuk menunjukan rasa cinta kasih sayang dan sebagai penghargaan manusia atas bumi yang telah memberi kehidupan bagi manusia. Sehingga dengan begitu maka tanah yang dipijak tidak akan pernah marah seperti tanah longsor dan banjir dan bisa bersahabat bersandingan dengan masyarakat.
Selain itu, Sedekah bumi dalam tradisi masyarakat jawa juga merupakan salah satu bentuk untuk menuangkan serta mencurahkan rasa syukur kepada Tuhan YME atas nimat dan berkah yang telah diberikan-Nya. Sehingga seluruh masyarakat jawa bisa menikmatinya. Sedekah bumi pada umumnya dilakukan sesaat setelah masyarakat yang mayoritas masyarakat agraris habis menuai panen raya. Sebab tradisi sedekah bumi hanya berlaku bagi mereka yang kebanyakan masyarakat agraris dan dalam memenuhi kebutuhannya dengan bercocok tanam. Meskipun tidak menuntut kemungkinan banyak juga dari masyarakat nelayan yang juga merayakannya sebagai bentuk rasa syukurnya kepada tuhan, yang menurut para nelayan disebut dengan sedekah laut. Itu sebagai bentuk rasa syukur masyarakat nelayan kepada tuhan Yang Maha Esa sebab mereka bisa melaut dan mengais rejeki yang melimpah dari laut tersebut. Namun sayangnya melihat realitas beberapa tahun terakhir ini, ritual sedekah bumi yang merupakan salah satu bentuk tradisi jawa yang sifatnya turun temurun, sedikit demi sedikit tanpa disadari sudah mulai memudar pamornya dan ditinggalkan oleh masyarakat jawa sendiri. Tradisi yang merupakan salah satu bentuk rasa penghargaan dan kasih sayang kepada tanah sudah tidak terlihat lagi. Dan makna sakral sebagai bentuk rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang terdapat dalam ritual dalam sedekah bumi juga mulai terkikis oleh perkembangan zaman. Sehingga tidaklah mengherankan jika di muka bumi banyak terjadi bencana alam. Sebab manusia sudah mulai melupakan dan menghargai jerih payah dan pengorbanan besar tanah bagi kehidupan manusia. Dan yang lebih parah lagi manusia sudah tidak mau lagi memanjatkan piji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan kenikmatan dan kesejahteraan bagi manusia di alam semesta. Tanpa mengurangi makna esensial yang terkandung dalam ritual sedekah bumi tersebut, sebagai manusia yang telah ditugasi dan dipercayai oleh Tuhan di muka bumi sebagai kholifatul Fir Ardi sudah sepatutnya kita renungkan kembali akan segala sikap yang telah diperbuat pada eksistensi bumi. Sebagai Kholifah yang bertanggung jawab penuh di bumi maka kita harus kembali memperdulikan serta melestarikan keadaan yang ada di dalamnya. Jangan sampai kita hanya melakukan berbagai kerusakan dan kebobrokan tanpa memperdulikan akibat pada akhirnya. Dengan kita memperhatikan dan memperdulikan bumi tanpa merusaknya sedikit pun, niscaya alam juga akan kembali bersahabat dengan manusia.
Oleh: Ibnu Djarir
ISTILAH sedekah bumi dan sedekah laut sudah Iama dikenal bangsa kita jauh sebelum kita mencapai kemerdekaan dengan mendirikan Negara Republik Indonesia. Kedua istilah itu merupakan perpaduan, sintesis, atau sinkretisme antara kepercayaan lama dengan kepercayaan baru.
Sebelum agama Islam masuk ke Tanah Air -waktu itu belum muncul nama Indonesia- sebagian penduduk berpegang pada kepercayaan lama, yang dalam istilah Ilmu Agama (Science of Religion ) disebut animisme, dinamisme, fetisisme, dan politeisme. Sebagian yang lain memeluk agama Hindu dan Buddha. Mereka mempercayai adanya kekuatan supernatural yang mengusai alam semesta, berupa dewa-dewa.
Di antaranya ada dewa yang mengusai lautan (Varuna), dan menguasai bumi (Pertiwi ). Sebagai ungkapan rasa syukur dan pemujaan kepada dewa-dewa tersebut, mereka mengadakan upacara-upacara (ritual ), dengan membaca mantra-mantra dan mempersembahkan sesaji. Tujuannya agar para dewa memelihara keselamatan penduduk, menjauhkan mereka dari mala-petaka, dan melimpahkan kesejahteraan, berupa meningkatnya jumlah ikan di laut dan hasil pertanian.
Kedatangan agama Islam ke Nusantara dibawa oleh para mubalig yang dalam menyiarkan agamanya menggunakan metode persuasif. Mereka tidak secara drastis mengadakan perubahan terhadap kepercayaan dan adat istiadat lama, melainkan sampai batas-batas tertentu, memberikan toleransi, membiarkannya tetap berlangsung dengan mengadakan modifikasi-modifikasi seperlunya.
Upacara-upacara yang dimaksudkan untuk memuja dewa laut dan dewa bumi dibiarkannya tetap berjalan, meski sebagian penduduk itu sudah memeluk agama Islam. Hanya saja, mantra-mantranya diganti dengan doa-doa secara Islam, dan nama upacara disesuaikan dengana ajaran Islam, yaitu dengan istilah sedekah laut dan sedekah bumi. Perubahan yang menyangkut aspek teologis dilakukan secara bertahap, sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial. Ini merupakan salah satu metode dakwah mubalig pada masa awal kedatangan Islam di Tanah Air kita.



BAB III
METODE PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian : Di desa Gedongombo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban
Waktu penelitian : 1 November 2009 – 19 November 2009

B. Populasi dan sample

Populsi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga.Atau dengan kata lain populasi itu merupakan unsur atau elemen yang menjadi obyek penelitian. Sampel adalah bagian dari sebuah populasi.
Populasi : Remaja di Kecamatan Semanding yang terdiri dari 20 desa.
Sampel : Remaja di Desa Gedongombo, yaitu salah satu desa di Kecamatan Semanding.

C. Metode Pengumpulan data

Dalam pengumpulan data Penulis menggunakan 1 metode, yaitu:

1. Metode Kuisioner

Metode Kuisioner yaitu suatu metode yang dilakukan dengan cara menyebarkan angket pertanyaan ke tempat penelitian.






Lembar Kuisioner



1. Apakah menurut anda tradisi sedekah bumi merupakan tradisi penting dalam tatanan masyarakat?

a.ya
b.tidak
c.kadang-kadang

2. Apakah anda selalu ikut serta dalam tradisi sedekah bumi?

a.ya
b.tidak
c.kadang-kadang

3. Seberapa seringkah tradisi sedekah bumi diadakan di daerah anda?

a.sering
b.jarang
c.tidak pernah

4. Apakah sebagian besar pemuda di desa anda sering mengikuti tradisi sedekah bumi?

a.sering
b.jarang
c.tidak ada




5. Perlukah pengenalan tradisi sedekah bumi kepada para pemuda?

a.perlu
b.sangat perlu
c.tidak perlu

6. Sudah tinggikah kesadaran para pemuda di desa anda tentang kelestarian tradisi sedekah bumi?

a.sudah
b.sedang
c.kurang




















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1.Hasil
Dalam penelitian, kami menggunakan metode Kuisioner, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan cara menyebarkan angket pertanyaan ke tempat penelitian. Kami menyebarkan angket tersebut kepada 50 pemuda-pemudi di Desa Gedongombo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban.

1.1. Hasil penelitian dengan menyebarkan lembar Kuisioner


1.2. Hasil penelitian dengan menyebarkan lembar Kuisioner dalam persentase











2. Pembahasan

Dari hasil percobaan yang Kami lakukan, diperoleh pembahasan sebagai berikut:

2.1. Pentingnya sedekah bumi

Dari data hasil metode kuisioner diatas dapat diketahui bahwa menurut pemuda-pemudi pada jaman sekarang ini, tradisi sedekah bumi merupakan suatu tradisi yang tidak penting. Kami dapat menyimpulkan begitu, karena dari 50 responden, yang menganggap tradisi sedekah bumi penting hanya16 responden, yang menganggap tidak penting ada 27 responden, dan sisanya menjawab kadang-kadang.

2.2. Keikutsertaan kalangan muda-mudi dalam tradisi sedekah bumi

Dari data hasil metode kuisioner diatas dapat diketahui bahwa menurut pemuda-pemudi pada jaman sekarang ini, hanya sedikit yang ikut serta dalam tradisi sedekah bumi. Kami dapat menyimpulkan begitu, karena dari 50 responden, yang mengikuti tradisi sedekah bumi hanya 7 responden, yang kadang-kadang ikut ada 12 responden, dan sisanya mengaku tidak pernah mengikuti tradisi sedekah bumi.

2.3. Sering atau tidaknya sedekah bumi diadakan

Dari data hasil metode kuisioner diatas dapat diketahui bahwa menurut pemuda-pemudi pada jaman sekarang ini tradisi sedekah bumi sering diadakan di daerah mereka. Kami dapat menyimpulkan begitu, karena dari 50 responden, yang mengaku daerahnya sering mengadakan tradisi sedekah bumi ada 36 responden,yang mengaku tidak pernah ada 3 responden, dan yang lainnya mengaku di daerahnya jarang diadakan tradisi sedekah bumi.



2.4. Sering tidaknya tradisi sedekah bumi diikuti kalangan muda-mudi

Dari data hasil metode kuisioner diatas dapat diketahui bahwa menurut pemuda-pemudi pada jaman sekarang ini, kalangan muda-mudi tidak pernah mengikuti tradisi sedekah bumi. Kami dapat menyimpulkan begitu, karena dari 50 responden, yang menganggap muda-mudi di daerahnya sering mengikuti tradisi sedekah bumi ada 7 responden, yang menganggap jarang ada12 responden, dan sisanya menganggap muda-mudi di daerahnya tidak pernah mengikuti tradisi sedekah bumi.

2.5. Perlu tidaknya pengenalan tradisi sedekah bumi kepada kalangan muda-mudi

Dari data hasil metode kuisioner diatas dapat diketahui bahwa menurut pemuda-pemudi pada jaman sekarang ini, kalangan muda-mudi menganggap tradisi sedekah bumi tidak perlu dikenalkan kepada mereka. Kami dapat menyimpulkan begitu, karena dari 50 responden, yang menganggap pengenalan tradisi sedekah bumi kepada mereka perlu hanya 12 responden, yang menganggap sangat perlu ada 9 responden, dan sisanya menganggap pengenalan sedekah bumi kepada mereka tidak perlu.

2.6. Tinggi rendahnya kesadaran muda-mudi tentang kelestarian tradisi sedekah bumi

Dari data hasil metode kuisioner diatas dapat diketahui bahwa menurut pemuda-pemudi pada jaman sekarang ini, kesadaran kalangan muda-mudi tentang kelestarian tradisi sedekah bumi kurang. Kami dapat menyimpulkan begitu, karena dari 50 responden, yang menganggap kesadaran muda-mudi tentang kelestarian tradisi sedekah bumi sudah tinggi hanya 7 responden, yang menganggap sudah sedang ada 8 responden, dan sisanya menganggap kesadaran muda-mudi tentang kelestarian tradisi sedekah bumi kurang.


BAB V
PENUTUP


A. Kesimpulan

Bahwa kalangan muda-mudi sekarang ini menganggap tradisi sedekah bumi merupakan tradisi yang tidak penting. Mereka tidak pernah mengikuti tradisi sedekah bumi, padahal mereka mengaku di daerahnya sering diadakan tradisi sedekah bumi. Mereka juga menganggap pengenalan tradisi sedekah bumi tidak perlu dilakukan. Padahal tradisi sedekah bumi adalah warisan leluhur kita yang patut kita banggakan.

B. Saran

Berdasarkan hasil karya ilmiah ini, maka Kami menyarankan:

1.Pemerintah mensosialisasikan tentang pentingnya tradisi sedekah bumi kepada masyarakat, khususnya kalangan muda-mudi.
2.Pemerintah mengagendakan sedekah bumi sebagai agenda tahunan kota Tuban.
3.Pemerintah dan masyarakat bekerja sama untuk menjaga kebudayaan kita agar tidak diambil oleh Negara lain.









DAFTAR PUSTAKA


Nursyam. 2005. Islam Pesisir. Surabaya: Pt. LKiS Pelangi Aksara.
________,2009. Sedekah Bumi. Http: // www.miftah.blogspot.com./info.php?kk=
sedekah Bumi.
________, Tradisi Sedekah Bumi. Http: //www.ayobangkitindonesiaku.wordpress
.com./index?qid=30008540730053MRX.
Jawa Pos.2009. Tuban Sedekah Bumi. Http: //www.jawapos.com . /news.php.

Penelitian IBD (Ilamu Budaya Dasar


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia memiliki kekayaan tradisi yang senantiasa dipelihara dan dikembangkan sejak nenek moyang hingga sekarang. Tradisi sengaja diciptakan dan dipelihara terus dalam rangka memelihara keselarasan, ketentraman dan mempertahankan hidup. Tradisi merupakan bagian dari kebudayaan yang diciptakan manusia dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan identitas atau jati diri suatu kelompok masyarakat. Tradisi selalu dipertahankan agar tercipta harmoni atau keselarasan dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
Masyarakat pra-sejarah atau dikenal juga dengan masyarakat belum mengenal tulisan, dalam mewariskan nilai kepada generasi penerusnya melalui lisan. Tradisi masyarakat yang disampaikan kepada generasi penerusnya melalui lisan dan tanpa dibukukan disebut foklore. Ada tiga jenis foklore yakni foklore lisan, setengah lisan dan non-lisan. Mitos, legenda,  dongeng, fabel, upacara tradisi; upacara sedekah laut, upacara sedekah gunung, upacara sedekah bumi termasuk jenis foklore setengah lisan. Foklore setengah lisan termasuk kategore cerita rakyat. Cerita rakyat ini disampaikan terus secara turun temurun kepada generasi penerusnya. Tujuan pewarisan tradisi lisan ini adalah agar generasi penerusnya mimiliki sikap menghargai dan menghormati nenek moyang dengan meneruskan dan mengembangkan tradisi ini sesuai dengan konteks zamannya.
Di wilayah Kabupaten Bojonegoro sampai saat ini terdapat beberapa foklore yang masih dipelihara dan dipertahankan oleh rakyat. Dan yang paling umum dibahas adalah budaya manganan atau sedekah bumi.
Sedekah Bumi bagi masyarakat Bojonegoro, adalah suatu tradisi tahunan yang selalu diselenggarakan, khususnya bagi warga Dusun Kedungrejo Desa Ngumpakdalem Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro. Upacara sedekah bumi bagi warga Dukuh Kedungrejo disebut juga dengan upacara Manganan. Kedua istilah ini tidak memiliki subtansi perbedaan, yang ada adalah hanya istilah penyebutan. Tradisi upacara sedekah bumi atau Manganan. memiliki subtansi yang sama yaitu suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan memberi sedekah makanan atau hasil pertanian, memanjatkan doa kepada Tuhan atas keberkahan yang telah dilimpahkan kepada seluruh penduduk desa. 
Ada kepercayaan bahwa apabila upacara Manganan. tidak dilaksanakan maka akan datang bencana bagi rakyat. Dari tahun ke tahun upacara Manganan senantiasa dipegang kelestariannya. Dan tidak berubah penyajiannya.
Upacara sedekah bumi merupakan salah satu bentuk foklore lisan yang sekarang masih tetap dipertahankan oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Penyelenggaraan upacara sedekah bumi mendapat apresiasi dari warga masyarakat, sehingga masyarakat akan antusias dan aktif terlibat dalam kegiatan ini.

  1. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut
1.       Bagaimanakah prosesi upacara manganan yang diselenggarakan oleh  masyarakat Dusun Kedung Rejo Desa Ngumpakdalem Kabupaten  Bojonegoro?.
2.       Apa saja nilai-nilai dalam upacara manganan di Dusun Kedung Rejo Desa Ngumpakdalem yang dapat diwariskan kepada generasi penerus ?

  1. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan memahami pelaksanaan upacara tradisi sedekah bumi dan adakah nilai-nilai yang dapat diwariskan kepada generasi penerus.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendalam :
1.      Prosesi upacara manganan di Dusun Kedungrejo Desa Ngumpakdalem Kabupaten  Bojonegoro.
3.       Nilai-nilai dalam upacara manganan di Dusun Kedungrejo Desa Ngumpakdalem Kabupaten  Bojonegoro yang dapat diwariskan kepada generasi penerus.






  1. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini akan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi  masyarakat luas pada umumnya, khususnya para peneleti yang mendalami berbagai tradisi yang berkembang dalam masyarakat.
Di samping itu setelah mengetahui pelaksanan unpacara sedekah bumi dan tradisi yang ada dalam masyarakat tersebut diharapkan generasi penerus dapat menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam upacara sedekah bumi.

























BAB II
PEMBAHASAN

  1. Latar Belakang Sejarah Sedekah Bumi
Masyarakat jawa memang terkenal dengan beragam jenis tradisi budaya yang di ada di dalamnya. Baik tradisi kultural yang bersifat harian, bulanan hingga yang bersifat tahunan, semuanya ada dalam tradisi budaya jawa tanpa terkecuali. Dari beragam macamnya tradisi yang ada di masyarakat jawa, hingga sangat sulit untuk mendeteksi serta menjelaskan secara rinci terkait dengan jumlah tradisi kebudayaan yang ada dalam masyarakat jawa tersebut. Salah satu tradisi masyarakat jawa yang hingga sampai sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan sudah mendarah daging serta menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa pada setiap tahunnya adalah sedekah bumi.
Tradisi sedekah bumi ini, merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Ritual sedekah bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang berprofesi sebagai petani, nelayan yang menggantunggkan hidup keluarga dan sanak famili mereka dari mengais rejeki dari memanfaatkan kekayaan alam yang ada di bumi.
Di Bojonegoro hampir semua desa memiliki tradisi sedekah bumi tapi di setiap desa memiliki keunikan tersendiri.

  1. Prosesi Sedekah Bumi di Dukuh Kedungrejo
Dusun Kedungrejo Desa Ngumpakdalem merupakan daerah pedesaan yang berada di kawasan selatan kota Bojonegoro. Pedukuhan yang dikelilingi sawah yang luas ini selalu rutin menggelar sedekah bumi atau manganan di setiap tahunnya.  
Awal mula diadakannya sedekah bumi setiap tahun ini, tidak ada yang tahu pasti kapan budaya syukuran atau bersih desa ini dimulai.yang pasti jika masyarakat ditanya mengenai sejarahnya mereka kan menjawab sejak zaman nenek moyang sebelum Islam masuk di Indonesia. Pada massa itu mayoritas mereka masih beragama Hindu atau Budha itulah yang menyebabkan adanya kesamaan budaya manganan dengan ajaran agama Hindu dan Budha.
Sejak zaman nenek moyangnya warga masyarakat Dusun  Kedungrejo selalu menggelar sedekah bumi di dua tempat yang dikeramatkan. Pertama adalah bekas sumur tua yang sekarang sudah tidak terlihat lagi karena kabarnya sumur tersebut runtuh dan terkubur dengan sendirinya. Kedua adalah di persawahan pinggir desa tepatnya dibawah pohon Beringin yang sangat bersar dan rindang.
Urutan kegiatan sedekah bumi di Dusun Kedungrejo meliputi sebagai berikut:
  1. Kepala Desa melakukan rapat dengan masyarakat membahas agenda pembentukan panitia Manganan.
  2. Seminggu sebelum acara inti panitia sudah memulai untuk penggalangan dana, namun sekarang ini tidak semua warga bersedia membayar iuran. Maka dari pemerintah desa memberikan solusi memotong jumlah pembagian beras bulog bersubsidi dari pemerintah.
  3. Pada hari pelaksanaan, tepatnya Hari Jum’at Legi. Pagi-pagi di setiap rumah mengadakan tumpengan mengundang semua tetangga secara bergantian.
  4. Setelah Solat Jum’at acara selanjutnya adalah tumpengan di lapangan yang dulunya adalah sumur tua namun kini sumur itu sudah tidak terlihat lagi. Tumpeng ini nasi, lauk-pauk, buah-buahan, dan beberapa kue wajib yang harus ada, contohnya adalah kue apem.
  5. Pada hari yang sama siang hari setelah solat Jum’at di areal persawahan di pinggir tanah desa digelar pementasan seni Tayub.
  6. Pada malam harinya pentas Tayub kembali digelar ditempat yang sama.
  7. Pada akhir acara manganan ini, pemerintah desa memberikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan.

  1. Nilai-nilai yang Terkandung Dalam Pelaksanaan Manganan
Secara umum nilai yang terkandung dari pelaksanaan sedekah bumi Dusun Kedungrejo ini meliputi sebagaimana berikut :
  1. Jika ditinjau dari antropologi, upacara khormat bumi masyarakat Dusun Kedungrejo menunjukkan adanya keinginan masyarakat untuk membuat citra positif terhadap tokoh pendiri desa sebagai tokoh kharismatik dan sakti. Pencitraan itu merupakan tindakan wajar agar masyarakat desa itu tetap menghormati dan mengingat jasa-jasa, serta mentauladani sikap dan tindakan dari pendiri Dusun Kedungrejo. Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Kedungrejo dalam perspektif teori antropologi menunjukkan bahwa masyarakat Dusun Kedungrejo merupakan masyarakat petani (Koentjaraningrat, 1990 : 140-141). Pada dasarnya budaya masyarakat petani merupakan budaya folk, dan budaya ini berbeda dengan budaya masyarakat kota yang dipandang lebih besar. Oleh karena itu Robert Redfiled (dalam Kontjaraningrat, 1990 : 142-143) cenderung menyebut kebudayaan masyarakat desa sebagai tradisi kecil (little tradition). sedangkan masyarakat perkotaan yang berada di dekat pusat kerajaan disebut kebudayaan besar (great tradition).
  2. Selanjutnya nilai yang terdapat dari pelaksanaan sedekah bumi ini adalah nilai cinta pada alam sekitar sebagai bukti rasa cinta masyarakat pada Tuhannya.
  3. Nilai kebersamaan di masyarakat Kedungrejo sangat tinggi, ini dikarenakan dalam acara Menganan mereka semua berkumpul dan semuanya itulah yang menguatkan ikatan keakraban di antara Masyarakat Dusun Kedungrejo.
  4. Upacara khormat bumi yang dilaksanakan masyarakat Dusun Kedungrejo mengandung nilai-nilai paedagogis bagi generasi penerus perlu diteladani, dan dikembangkan pada saat ini. Sebagai generasi penerus, perlu dibekali dengan sikap keteladanan yang telah dicontohkan generasi pendahulu. Dengan demikian, ketika masyarakat melaksanakan upacara Manganan generasi penerus diajak serta untuk mengamati, menghayati dan diharapkan akan memiliki beberapa sikap sebagai berikut:
a.       Gotong royong. Sikap gotong royong ditunjukkan oleh perangkat desa dan warga desa dalam mempersiapkan pelaksanaan upacara khormat bumi. Selama bekerja, mereka tidak dibayar, tetapi tetap menunjukkan sikap ihlas tidak jengkel ataupun marah. Mereka menunjukkan sikap rela tanpa pamrih dan memancarkan raut kegembiraan dalam mempersipakan upacara khormat bumi.
b.      Demokratis. Sikap musyawarah ditunjukkan baik kepala desa beserta dengan perangkat desa, tokoh masyarakat maupun warga masyarakat dalam mempersiapkan pelaksanaan upacara khormat bumi. Semua acara disusun berdasar azas mufakat, baik ketika menentukan waktu, tokoh yang perlu diundang, hiburan apa yang perlu bahkan sampai kepada mubaligh yang mengisi pengajian.
c.       Ketuhanan. Sikap pasrah kepada penguasa alam dan hormat kepada leluhur merupakan salah satu karakter masyarakat pedesaan yang mayoritas hidup sebagai petani, sikap itu bahkan sudah melekat dan menjadi budaya Jawa. Kearifan budaya Jawa melalui ungkapan, pertama, eling sangkan paraning dumadi, maksudnya adalah kesadaran orang Jawa yang selalu berhati-hati dalam bertindak dan bertutur sapa dan selalu ingat terhadap asal-usul manusia yang berasal dari tanah dan mengingat kemana atau tujuan akhir hidup manusia, yaitu harus mempertanggungjawabkan segala amal ibadahnya di hadapan Allah SWT.  Kedua, mikul dhuwur mendem jero, para lelulur yang sudah mendarmabaktikan pada generasi penerus berupa perjuangan membuka hutan untuk dijadikan pemukiman dan kini sudah menjadi desa, maka wajar apabila generasi sekarang memiliki kesadaran sejarah menghormati para pejuang desa dengan memohonkan ampunan kepada Tuhan atas segala dosa dan kesalahan dan semoga mereka semua mendapatkan balasan sesuai dengan darmabaktinya. Ketiga, ngunduh wohing pakerti, masyarakat menyadari apabila berbuat baik tentu mereka sendiri yang akan mengambil hikmahnya, begitu pula apabila berbuat tidak baik mereka sendiri pula yang akan menanggung akibatnya. Keempat, rawe-rawe rantas malang-malang putung, dalam mendirikan desa, tentu para leluhur menemui banyak hambatan dan rintangan, dengan semangat pantang menyerah, maka para leluhur berhasil mewujudkan impiannya menciptakan suatu pemukiman yang aman, tenteram dan sejahtera. Kelima, rukun agawe santoso, untuk mencapai tujuan hidup bersama, maka diperlukan kerukunan, persatuan dan kesatuan sehingga akan tercipta desa yang sejahtera.













BAB III
PENUTUP
  1. Kasimpulan
Hasil penelitian tentang  upacara Manganan di Dusun Kedungrejo Desa Ngumpak Dalem Kecamatan Dander Bojonegoro bermanfaat sebagai sarana untuk mempertahankan dan mengembangkan tradisi yang ada dalam masyarakat, di samping itu juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendorong generasi penerus agar tetap mengambil nilai-nilai yang ada di dalamnya. Hal ini ditunjukkan dengan rumusan masalah sebagai berikut  : (1) Prosesi upacara manganan yang dilaksanakan masyarakat  Desa Sukoharjo  bertempat di bawah pohon Beringin merupakan tradisi yang berlangsung turun temurun. Tujuan diselengarakan upacara khormat bumi adalah agar Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT, selalu memberi kemakmuran, kesejahteraan, ketetraman dan dijauhkan dari segala malapetaka, (2) Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara khormat bumi dapat dijadikan sebagai nilai-nilai yang perlu dimiliki oleh generasi penerusi, yaitu sikap gotong royong, demokratis, kearifan budaya Jawa yang terdiri eling sangkan paraning dumadi, mikul dhuwur mendem jero, rukun agawe santoso.
















Bukti-Bukti Fisik Penelitian Budaya Manganan Di Dusun Kedungrejo
Tumpengan yang diadakan di bekas sumur tua
Nasi uduk dengan lauk ayam utuh adalah menu wajib yang harus ada
Peralatan Gamelan yang akan digunakan untuk Pagelaran Tayub pada malam harinya.


Pohon Beringin ini dipercaya sebagai tempat peristirahatan Danyang Dusun Kedungrejo













Pementasan hiburan Tayub di siang hari.