Pages

Rabu, 07 Desember 2011

Anak Band Lebih Menonjol Dibidang Musik

Grup Band VS Boy & Girlband (3)

Reporter: Tim Magang GtS-1

blokBojonegoro.com - Setiap orang biasanya punya style tersendiri untuk menunjukkan identitasnya. Entah dari cara berpakaian, berbicara, maupun berinteraksi dengan lingkungan. Nah, anak band di sekolah juga mempunyai gaya. Bagaimana ya?

Sejumlah Bloker GtS saat ditanya mengenai style anak band di tempat masing-masing memang sedikit berbeda. Khususnya dari cara berbicara dan topik pembicaraannya.

Seperti dikatakan Andik, siswa MAN 2 Bojonegoro. Ia menjelaskan, bahwa anak band di sekolah memang agak berbeda. Seperti menunjukkan identitasnya dengan membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan band. Bahkan tidak jarang mereka memakai aksesoris seperti gelang dan kalung, yang identik dengan gaya mereka.

”Tapi kalau ada guru, akseroris itu mereka lepas,” tutur cowok bertinggi 175 ini, kepada Tim bB GtS, sebutan akrab tim dari blokBojonegoro.com Goes to School.

Identitas tersebut hanya sekilas nampak. Sebab, kebanyakan anak band juga bisa membagi waktu antara kewajiban belajar dan bermusik. Terbukti, prestasi akademik anak band sama sekali tidak terganggu.

Diantara mereka ada yang masih masuk 10 besar ranking di kelasnya. Kalaupun tidak masuk sekolah untuk mengikuti event semacam festival band, mereka pasti izin kepada pihak terkait. Sehingga mereka tetap mendapat dispensasi. Sementara untuk Boy & Girlband tidak banyak diketahui, karena masih jarang di Bojonegoro.

"Untuk intensitas belajarnya, antara anak band maupun yang bukan, rata-rata sama. Bagi anak band, latihan ngeband tidak harus setiap hari, cukup jika mau ada event atau tawaran manggung," lanjutnya.

Hal yang sama juga disampaikan Bloker GtS lainnya. Sebab, rata-rata anak band sepakat bahwa mereka ingin berbeda dalam hal prestasi bermusik, bukan hanya untuk gaya-gayaan saja.

Bagi mereka, ngeband bukan hanya hobi, tetapi sekaligus tempat menuangkan kreasi. Lagi pula kegiatan tersebut lebih positif daripada nongkrong yang tidak jelas manfaatnya. Sedangkan ketika di sekolah, mereka tetap seorang murid yang tugas utamanya adalah belajar.

Sementara itu, menurut Bloker GtS yang bukan berpredikat anak band, jika teman mereka yang aktif ngeband gayanya biasa-biasa saja. Tidak ada yang membedakan, antara siswa yang tidak ikut band dengan anak band.

Pengakuan serupa juga diamini anak dari kalangan band di SMAN 1 Bojonegoro. Ronald misalnya. Diterangkan, gaya anak band sama saja dengan siswa lain. Kalau di panggung, baru gaya anak band berbeda.

”Kalau manggung, kami punya kostum sendiri. Desain dibuat oleh anggota band dan kami selalu memakai perpaduan batik Jenogoran,” jelas cowok yang hobi bermain basket ini sambil tersenyum.

Tidak hanya gaya mereka saja yang sama dengan siswa lain, dalam pergaulan pun anak band tidak pilih-pilih. Bagi mereka, teman bukan hanya dari band saja, sehingga sekat sangat tipis terjadi.

Terpisah, guru kesenian SMK Siang Bojonegoro, Indra Siswo S menegaskan, pada waktu dulu memang ada anak band yang memakai aksesoris rocker, seperti rantai dan yang lainnya. Namun, setelah diberi peringatan, bahwa sekolah adalah tempat belajar, bukan tempat bergaya, kini sudah tidak ada lagi siswa yang memakai aksesoris khusus. [Ika Farihatun N.R/Desi Sabrina Ekawati/Kanapi/Parto Sasmito]

Curi Sembako, Ibu Rumah Tangga Diamankan

Rabu, 07 Desember 2011 17:00:05
blokBojonegoro.com - Seorang ibu rumah tangga terpaksa dibekuk anggota Polsek Padangan karena terpergok mencuri Sembako di Pasar Cendono, Rabu (7/12/2011) tadi.

Tersangka Hartatik(43) warga Desa Lego Wetan, Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi diduga mencuri sembako dari dua pedagang yang berbeda. Barang bukti yang diamankan berupa 20 Kg beras, 1/2 Kg bawang merah dan 1/4 Kg cabe hijau.

Kini tersangka hanya bisa meratapi nasibnya di dalam jeruji besi penjara Polsek Padangan. Pasalnya, tersangka tertangkap mencuri Sembako milik korban Warsini warga Desa Cendono dan Asih warga Desa Tebon, Kecamatan Padangan. Modusnya, secara bergantian tersangka minta barang lalu pergi tanpa membayar.

"Tersangka pura-pura membeli tapi setelah mendapatkan barang, dia kabur," kata Kapolsek Padangan, Kompol Cholil.

Tersangka diamankan di dalam pasar , lantas diserahkan ke Polsek Padangan guna penyidikan lebih lanjut. Dalam pengakuannya, tersangka terpaksa melakukan perbuatan itu lantaran tekanan ekonomi.

Sayangnya, alasan tersangka tidak mampu melepaskan dia dari penjara. Perbuatan tersangka diancam pasal 362 KUHP , barang siapa yang mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum diancam karena pencurian dengan pidana penjara maksimum lima tahun. [oel/lis]

Sajak Asmara

Rembulanku
Sinarmu membias malam yang sunyi dan temaram
Biarpun mentari tak lagi buatmu bercahaya.
Biarkan aku tetap mengagumimu

Cinta
Jangan kau anggap ini
Sebuah gurauan
Karena secuil yang keluar dari hati ini hanyalah Cinta


Mawar
Kau indah
Begitu mempesona
Begitu sayang batangmu berduri
Saat aku coba ungkapkan cinta
Durimu menyakitiku.
Maaf mungkin juga bukan kata ternbaikyang harus terucap

Selasa, 06 Desember 2011

Sekolah Tak Peduli Band Pelajar

Reporter: Tim Magang GtS-1

blokBojonegoro.com - Kemajuan suatu band tidak akan terwujud tanpa dukungan berbagai pihak. Entah dari dalam, maupun luar komunitas tersebut. Khususnya di grup band anak sekolah.

Di tengah maraknya sajian Boy & Girlband di layar kaca, ternyata di Kabupaten Bojonegoro tidak seberapa heboh. Karena, untuk meniru atau membuat kolompok yang sama-sama suka nyanyi dan ngedance, sangat susah. Yang menjadi persoalan terkadang pihak sekolah kurang memberikan apresiasi kepada siswanya yang kreatif.

Beberapa Bloker GtS, sebutan akrab komunitas bB Goes to School, yang diwawancarai mengaku, cukup kesulitan memakai alat di sekolah atau mencari suntikan dukungan ke guru maupun petinggi almamater. Walaupun toh, itu tidak di semua sekolah. Terkadang, ada sekolah yang benar-benar mengimbangi pendidikan formal dengan ekstrakulikuler.

Guru Kesenian SMK Siang Bojonegoro, Indra Siswo S kepada Tim GtS menjelaskan, pihak sekolah saat ini sangat mendukung kegiatan kesenian siswanya, khususnya yang tergabung di grup band.

Dukungan ini tidak serta merta didapat dengan mudah. Sebelumnya pihak sekolah tidak terlalu peduli. Tetapi, karena naluri seni dan kemauan keras seluruh komponen, kemudian pihak sekolah memberi lampu hijau untuk kegiatan tersebut.

Yaitu memberikan kepercayaannya untuk menjadi pihak yang berwenang di bidang kesenian sekolah. Hal ini membuatnya bertambah semangat dalam menjalankan tugas.

“Dulu saya sempat mogok tidak mau mengurusi kegiatan kesenian di sekolah selama dua tahun. Hal itu sebagai wujud protes terhadap sekolah. Akhirnya, pihak sekolah mendukung keinginan saya untuk memberi wadah bagi siswa yang ingin mengembangkan bakat bermusiknya," terang alumni IKIP PGRI Bojonegoro ini dengan senyum mengembang.

Dukungan pihak sekolah tidak selamanya berjalan mulus. Meski fasilitas pendukung sudah diberikan. Seperti membuat studio musik, dan bahkan sampai membeli berbagai peralatan. Di tengah jalan, ada kebijakan yang mengagetkan, yakni ada pemindahan mendadak studio musik ke ruang lain yang kondisinya tidak sebagus awalnya.

"Kami bersyukur, anak-anak masih giat latihan bersama-sama, walaupun di tengah keterbatasan. Atas kerjasama dari OSIS, siswa maupun sekolah, berbagai kegiatan terkait kesenian, termasuk pentas seni dan festival band, mereka laksanakan tanpa ada halangan lagi," sambung Indra sambil tersenyum.

Tidak hanya di SMK Siang saja yang memberikan dukungan kepada siswanya. Beberapa guru di level SMA sederajat mengaku yang sama. Karena, pimpinan di sekolah terkadang berganti di tengah jalan dan mempunyai kebijakan masing-masing.

Sementara itu Kepala Bidang Pemuda dan Olahraga (Pora), Dinas Pendidikan Daerah (Disdikda) Bojonegoro, Bambang mengatakan membenarkan. Pria yang hobi tenis meja tersebut mengakui, bahwa rata-rata sekolah menengah di Kota Bojonegoro memiliki studio sendiri beserta alat-alatnya.

Melihat hal itu, ia cukup senang dan sangat mendukung adanya kreatifitas anak SMA sederajat. Seperti band maupun Boy & Girlband. Namun yang perlu diingat, sebagai generasi penerus tidak boleh gegabah.

"Apabila mereka telah benar-benar menjadi publik figur terkenal, mestinya mereka tidak meninggalkan kebudayaan Bojonegoro," tambah Wakabid Pora Disdikda Bojonegoro, Saifuddin.

Dukungan sekolah tidak berbanding lurus dengan keberadaan siswanya masing-masing. Ada juga sekolah yang sudah memberikan motifasi dengan keberadaan alat, tempat dan lainnya, tetapi minat dan bakat anak tiap tahunnya berbeda-beda.

Seperti yang dikatakan salah satu guru SMAK yang enggan menyebutkan namanya. Kalau mood setiap individu tidak pasti. Tahun kemarin ada banyak siswa yang bergelut di dunia band, tetapi untuk tahun ini malah tidak ada sama sekali.

Itu membuatnya cukup menghela nafas panjang, melihat menurunnya kreatifitas anak didiknya. “Tahun ini, sekolah kami tidak pernah menjumpai anak-anak yang sedang latihan band di sekolah. Tetapi mungkin prestasi lain yang kami punya, yakni basket yang pernah menjadi juara satu POPDA 2011 di Kabupaten Bojonegoro,” jelas wanita paruh baya yang menjadi Waka Kesiswaan di SMAK tersebut. [Ika Farihatun N.R/Desi Sabrina Ekawati/Kanapi/Parto Sasmito]

Dipukul Guru, Ortu Siswa Lapor ke Polres

Reporter: Akbar Ardiansyah

blokBojonegoro.com - Tindak kekerasan di kalangan sekolah kembali terjadi di Bojonegoro. Itu dikarenakan seorang guru asal salah satu Madrasah Tsanawiyah (Mts) Negeri di Bojonegoro bernama Aa (40) asal Kelurahan Sumbang, Kota Bojonegoro memukul siswanya.

Siswa tersebut bernama M Feby Dwi Prakoso (13) asal Jalan Gajah Mada, Kota Bojonegoro. Karena tidak terima anaknya dipukul, selanjutnya orang tua korban bernama Masrukin melaporkan kejadian itu ke Mapolres Bojonegoro.

Data yang berhasil dihimpun blokBojonegoro.com, Rabu (7/12/2011) menuturkan, bahwa menurut pengakuan orang tua korban di hadapan petugas SPK Polres Bojonegoro, aksi pemukulan itu berawal pada hari Selasa (6/12/2011) kemarin sekitar pukul 13.00 WIB atau saat pelajaran jam kosong.

Saat itu, anaknya sedang mengambil kucing yang lewat di depan kelas. Setelah ditangkap, korban menakuti teman-temannya hingga suasana kelas menjadi gaduh. Bahkan, salah seorang temannya bernama Yeni mengalami pingsan.

Karena merasa resah, akhirnya kejadian itu dilaporkan ke terlapor dalam hal ini wali kelasnya. Lalu terlapor langsung masuk kelas dan menjewer telinga anaknya sebelah kiri. Belum puas, terlapor juga memukul kepala korban sebanyak dua kali.

Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Kasubag Humas Polres Bojonegoro, Iptu Subarata membenarkan adanya laporan tersebut, dan kini kasusnya masih dalam penyelidikan petugas.

"Masak dunia pendidikan ada tindakan kekerasan. Dan itu bagi kami tidak mendidik siswa," ungkapnya. [syah/yud]
http://blokbojonegoro.com/read/article/20111207/dipukul-guru-ortu-siswa-lapor-ke-polres.html

Sertifikasi, Antara “Pelecehan”Guru dan Mimpi Keteladanan

Oleh :Agung Budiono
Ketika sertifikasi guru gencar dilakukan muncul beberapa pertanyaan. Diantaranya bagaimana kriteria guru yang baik? Apakah guru yang lulus sertifikasi telah memenuhi kriteria guru yang berkompeten? Adalah pertayaan-pertanyaan yang kerap muncul di dunia pendidikan setelah adanya program sertifikasi.
Menurut UU No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan (SNP), sertifikasi adalah bentuk langkah penting untuk merubah kualitas generasi bangsa. hal ini diperkuat dengan Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) dijelaskan harapan bahwa setiap guru dan dosen memiliki kualitas sesuai standar yang ditetapkan pemerintah. dan nyatanya progam sertifikasi ini pula yang selalu manjadi pembicaraan diberbagai kalangan.
Disisi lain, banyak pendapat yang mengatakan sertifikasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan guru.
Dalam pasal 16 UUGD menyebutkan guru yang telah lulus sertifikasi, berhak untuk mendapat sebuah sertifikat profesi . Dengan sertifikat profesi ini, guru berhak mendapatkan tunujangan profresi sebesar 1 bulan gaji pokok guru. Sehingga guru akan memperoleh penghasilan yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan fungsional dan tunjangan profesi. Selain itu mereka juga akan menerima tambahan penghasilan lain dalam bentuk tunjangan khusus bagi mereka yang bertugas didaerah khusus. Bila dilihat dari sudut pandang kalkulasi penghasilan guru maka sertifikat profesi ini memberikan sebuah harapan kesejahteraan. Asumsi pemerintah adalah akan ada peningkatan kulitas kompetensi guru seiring dengan peningkatan kesejahteraan.
Bagaikan jamur yang tumbuh di musim hujan. Begitu pula gambaran antusiasnya guru yang berbondong-bondong mengikuti sertifikasi. Mengurus segala persyaratan untuk mendapatkan sebuah sertifikat pendidik. Banyak syarat dari A sampai Z yang harus dipenuhi oleh seorang pengajar untuk dapat lulus program ini.
Dengan adanya tunjangan-tunjangan yang menjadi iming-iming bagi para guru, mengakibatkan tidak murninya niatan sebagian guru yang mengikuti sertifikasi, mereka akan cendrung mengejar iming-iming tunjangan profesi, bukan karena alasan untuk perbaikan kualitas guru.
Alasan ini pula yang melatarbelakangi kecurangan-kecurangan yang dilakukan guru untuk lulus sertifikasi. Misalnya banyak guru yang membeli sertifikat seminar atau pelatihan pendidikan yang diadakan instansi yang tidak bertanggungjawab tanpa mengikuti seminar ataupun pelatihan tersebut.institusi penyelenggara memperbolehkan mereka mendapatkan Sertifikat tanpa mengikuti karena mereka berani membayar lebih dari biaya normal.
Syarat lain seperti karya ilmiah yang harus dimiliki para pendaftar program sertifikasi ternyata juga tidak luput dari kecurangan. Banyak diantara pendaftar yang menggunakan karya ilmiah bukan dari karya pribadi, melainkan mereka menggunakan karya ilmiah orang lain untuk untuk diketik ulang di jasa pengetikan dan diganti identitas karya ilmiah itu menjadi ats nama dirinya.
Sertifikasi guru juga dinilai sebagai sebuah pelecehan. Hal tersebut dikarenakan guru yang tidak lulus penilaian portofolio selain harus melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi portofolio juga harus mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri dengan evaluasi atau penilaian sesuai persyaratan yang ditentukan oleh perguruan tinggi penyelengara sertifikasi. Guru yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru mendapatkan sertifikat pendidik. Padahal dalam lembaga yang mendidik calon-calon tenaga guru, telah mengeluarkan dua sertifikat yaitu ijazah dan akta empat. ApaBila guru yang telah memiliki Ijazah dan akta IV masih harus mengikuti pendidikan profesi untuk mendapatkan sertifikat pendidik maka bukankah ini sama saja meragukan pendidikan yang telah diterimanya? Hal ini berarti sertifikat pendidik lebih tinggi kualitas atau nilainya dari pada ijazah dan akta IV. Apakah ini bukan suatu bentuk pelecehan baik terhadap guru, dosen ataupun terhadap LPTK? Bila alasannya adalah untuk sebuah kontrol mutu hasil pendidikan maka pertanyaannya adalah apakah sertifikasi pendidik itu benar-benar dapat mengontrol mutu pendidik?
Program sertifikasi yang memasuki period eke empat ditahun 2011 ini. Selama periode tersebut, semoga pemerintah dapat mengevaluasi , baik dampak positif maupun dampak negatifnya dari proses dan hasil setelah sertifikasi.
Agar progam sertifikasi ini berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka ada dua catatan yang penulis sampaikan. Pertama, pemerintah harus menangani segala penyimpangan dalam prosedur penyeleksian. Selain itu perlu adanya evaluasi berkelanjutan untuk guru yang lulus sertifikasi. Kedua, kepada guru diharapkan untuk ingat dan mengamalkan ajaran mulia tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantoro “Ing Ngarso Sung Tulodho” (jika di depan harus bisa member teladan).
Memang tidak semua guru yang mengikuti program sertifikasi melakukan kecurangan, tetapi itulah potret suram (sebagian) program mulia bernama sertifikasi. Yang disalah gunakan dalam pelaksanaannya di lapangan. Bagaimana output peserta didik akan baik bila para pendidiknya seperti itu? Dan akan dibawa kemana para penerus bangsa ini?
Sungguh keberhasilan dunia pendidikan di negeri ini bukanlah ditentukan oleh sertifikasi semata, dan pendidik sejati yang diperlukan negeri ini bukan hanya mereka yang telah lulus sertifikasi. Sebab sertifikasi bukan merupakan tolak ukur satu-satunya bahwa dia adalah seorang guru professional. Pendidik sejati adalah guru yang bisa dijadikan teladan oleh muridnya, yang diantaranya tidak mengajarkan kecurangan atau mengahalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
*Penulis adalah pemerhati masalah sosial, Aktif di Sekolah Menulis SEC (SMS) dan Mahasiswa di IKIP PGRI Bojonegoro.

SOK SIBUK

Sok Sibuk. Ada seorang kantoran yang bernama Adi (nama samaran) yang baru naik pangkat dan dapat ruangan baru. tiap kali orang masuk ke ruanganya dia selalu berlaga sok sibuk dan melakukan sesuatu dan membuat orang tersebut menunggu. Suatu hari ada seorang pemuda datang, Adi langsung menyambar telepon dan berpura-pura bertelepon dengan mengatakan bahwa Dia banyak Job dan nilai jobnya ratusan juta. Setelah 10 menit Adi akhirnya selesai bertelepon

Adi : “Maaf yaah, sejak pindah ke sini saya bertambah sibuk banyak orderan jadi bikin anda menunggu lama dech…
Pemuda : “Tidak apa-apa pak.”
Adi : “Ada yang bisa saya bantu ?”
Pemuda : “Begini Pak saya kesini di minta bapak untuk membetulkan saluran telepon yang rusak.”
Adi : “@@#$@$@$%%^###&$@#”

Kena Batunya Dweh