Pages

Kamis, 15 September 2011

Opini Fortuner Muspida dan Kisah Sahabat Umar

Oleh Agung Budiono *)
Di Radar Bojonegoro 11/09/2011di halaman utama berjudul “Soroti Mobil Muspida” pengadaan 9 mobil Toyota Fortuner senilai 4 miliar yang diberikan kepada anggota Muspida menuai sorotan dari beberapa LSM. Pada intinya pembelian mobil mewah tersebut dipinjam pakaikan kepada pejabat Muspida.
Sebuah Catatan
Atas berita itu boleh jadi menimbulkan prasangka banyak orang terutama masyarakat Bojonegoro. Pertama. Pasalnya selain 9 anggota Muspida delapan camat baru rencananya juga akan menikmati mobil baru yang dianggarkan dari APBD tahun 2011 (baca: Soroti). Kedua, alasan wakil ketua DPRD Bojonegoro atas penggantian mobdin itu tak argumentatif. Dia bilang, mobdin yang lama sudah waktunya diganti karena pengadaan tahun 2003. Ketiga, ketika berita itu muncul, masih banyak kebutuhan rakyat Bojonegoro yang sebetulnya harus menjadi prioritas. yang perlu penanganan segera. Misal, banyak jalan yang rusak dan bahkan sebagian tergolong parah. Perbaikan jalan itu sangat urgen, bukan sekadar untuk membuat nyaman saat berkendaraan tapi terutama untuk menjamin keselamatan jiwa.
Atas masalah ini, kritik sudah sering disampaikan. Misal, lewat salah satu Radio terkenal di Bojonegoro, Nyaris tiap hari warga “berteriak” tentang banyaknya jalan rusak di Bojonegoro. Program pavingisasi yang beritanya akan memperbaiki jalan poros Desa juga banyak menjadi sorotan terutama mereka yang belum menikmati jalan paving yang mulus di desa mereka.
Masih belum dapat kita lupakan penderitaan para petani padi yang mengalami gagal panen tahun ini karena serangan hama wereng coklat, dari 14 ribu hektar lahan 95 persen mengalami gagal panen. Membuat para petani kehilangan mata pencaharian mereka dan kehabisan modal untuk menanam kembali.
Selain permasalahan gagal panen, dimusim kemarau seperti ini kekeringan juga melanda beberapa kecamatan di Bojonegoro setidaknya ada 55 desa dari 15 kecamatan yang mengalami kekeringan. Seperti contoh di kecamatan Ngasem. Warga disana harus menempuh jarak 3 Km untuk mendapatkan air bersih guna keperluan MCK (mandi cuci kakus) dan belum lagi untuk minum binatang ternak mereka.
Kisah Gandum Sahabat Umar
Ada sebuah kisah di zaman kekhalifahan Umar bin Khaththab RA sahabat Nabi yang bergelar Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara yang haq dan bathil menjadi khalifah kedua (634-644) dari empat Khalifah Ar-Rasyidin. Pada masa kekhalifahannya ada sebuah kisah yang patut kita renungkan terutama bagai para pemimpin.
Umar bin Khaththab RA adalah khalifah/pemimpin yang sederhana dan sangat peduli kepada rakyatnya. Hampir setiap malam Umar RA melakukan perjalanan diam-diam. Kadang sendirian dan pada kesempatan lain ditemani salah seorang sahabatnya. Dia masuk-keluar kampung untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar RA khawatir jika ada hak-hak mereka yang belum ditunaikan oleh pemerintahannya. Di saat-saat seperti itu biasanya dia menyamar.
Ditemani seorang sahabat –Aslam- pada suatu malam Umar RA berkeliling lagi. Dari sebuah gubuk Umar RA mendengar tangis anak-anak yang kelaparan. Dari sebuah celah, tampak seorang ibu sedang memasak di dekat anak-anak itu. Lelah menangis sambil menunggu sang ibu memasak, anak-anak itu tertidur.
Umar RA penasaran, lalu mengetuk pintu dan memberi salam. Umar RA bertanya, ”Maaf, terlihat anak-anak Ibu sangat lapar. Mengapa masakan Ibu tak kunjung matang?”
“Tidak ada makanan. Dari tadi saya hanya merebus batu yang dikira oleh anak-anak sebagai makanan. Karena kelelahan mereka tertidur,” urai ibu –yang janda- itu dengan sedih.
“Mengapa Ibu tidak minta bantuan Khalifah?” kata Umar RA.
“Khalifah tak peduli! Dia sibuk,” tukas si janda.
Umar RA terkesiap, tapi tetap berusaha tenang. Lalu, dia pamit dan bergegas menuju Baitul Maal (gudang perbendaharaan negara). Dia ambil sekarung gandum dan memikulnya menuju gubuk tadi.
Aslam yang menyaksikan itu tak tega dan berkata, “Biar saya yang memikulnya, wahai Khalifah!” Umar RA menukas cepat: “Tidak, terima kasih. Kelak, apa Anda bisa memikul dosa saya di akhirat karena saya telah membiarkan rakyat kelaparan?”
Demi sebuah tanggung jawab, sambil memikul gandum di kegelapan malam, Umar RA –sang Khalifah- terus melangkah pasti menuju gubuk tempat janda dan anak-anak yang sedang kelaparan itu. Subhanallah!
Sesungguhnya kepentingan rakyat adalah yang paling utama bagi seorang pemimpin sejati, Dari kisah umar diatas adalah contoh betapa besar tanggung jawab yang diemban seorang pemimpin yang selama kepemimpinannya selalu berusaha untuk mendahulukan kepentingan rakyat.
Dahulukan Kepentingan Rakyat!
Andai kepentingan yang semata hanya mengejar kemewahan untuk wakil rakyat dapat diurungkan, dan pemimpin kita lebih mendahuluan kepentingan rakyatnya. maka ini akan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Tapi apakah pemimpin kita telah menyadari bahwa tugas mereka disana adalah semata untuk kepentingan rakyat.
Wahai para pejabat, bercerminlah! Sebagai pemimpin yang bujak Umar RA aktif mencari informasi akurat tentang perkembangan kesejahteraan rakyatnya dan bersegera untuk menyelesaikan persoalan rakyatnya. rasanya diera informasi zaman sekarang untuk sekedar informasi perkembangan kesejahteraan akan sangat mudah untuk didapatkan akan tetapi sudahkah ini dilaksanakan.
Para pejabat, ingat-ingatlah selalu sumpah saat dilantik dulu bahwa akan selalu lebih mendahulukan kepentingan rakyat ketimbang diri, keluarga, dan golongan. Ingat-ingatlah pula, saat disalami orang sesaat setelah dilantik, biasanya kalimat standar yang keluar adalah: “Semoga saya bisa menunaikan amanat ini”.
Para pejabat, jangan khianati amanat! Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (QS Al-Anfaal [8]: 27).
Terakhir, agar nanti tidak menyesal, renungkanlah: seperti diriwayatkan Muslim, Rasulullah SAW bersabda bahwa jabatan itu adalah amanat Allah. Di hari kiamat nanti jabatan itu akan menjadikan seseorang menyesal atau hina karenanya, kecuali orang-orang yang bisa menegakkan kebenaran serta berlaku adil lagi jujur.
*Penulis adalah pemerhati masalah sosial, tinggal di Ponpes Hidayatullah Bojonegoro

0 komentar:

Posting Komentar